Bisnis.com, JAKARTA – Bank Indonesia memberikan dukungan untuk pengembangan bangunan berwawasan lingkungan atau bangunan hijau dengan memberikan kelonggaran rasio loan to value (LTV).
Pelonggaran tersebut diberikan pada akhir 2019 lalu dengan tambahan keringanan rasio sebanyak 5%.
Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia Widi Agustin menjelaskan bahwa LTV ini bisa dipakai untuk pembelian properti di kawasan yang sudah tersertifikasi sebagai bangunan hijau.
"Ketentuannya kalau satu kawasan sudah tersertifikasi, maka setiap unit sudah dianggap sebagai bangunan hijau. Akan tetapi, kalau kawasannya belum tersertifikasi, maka unit propertinya akan dinilai lagi," katanya saat mengisi acara Rumah123.com Property Outlook 2020 di Jakarta, Kamis (6/2/2020).
Adapun, penilaian yang akan dilakukan terhadap bangunan pertama akan dilihat dari luasnya. Apabila kurang dari 2.500 meter persegi, maka akan diserahkan pada bank untuk menilai.
Selain itu, bank juga akan menggunakan alat yang digunakan oleh lembaga sertifikasi yang diakui.
Baca Juga
"Kalau luasnya lebih besar, penentuannya diminta dilakukan oleh penyelenggara sertifikasi yang diakui," jelasnya.
Kemudian untuk bangunan yang baru dibangun dan mau diajukan supaya dapat LTV, maka perlu dinilai lagi. Proses pengajuannya harus dilakukan oleh pengembang.
Widi menambahkan bahwa BI akan mengikuti seluruh standar dan ketentuan yang berlaku termasuk dari peraturan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
"Di dalam Permen PUPR ada sistem rating greenship, menilai berdasarkan tepat guna lahan, konservasi air, efisiensi energi untuk menilai apakah bangunan termasuk bangunan hijau," imbuhnya.
Ke depan, dengan banyaknya relaksasi yang digulirkan oleh BI, pasar properti diperkirakan bisa lebih baik. Kebijakan yang sudah dikeluarkan antara lain dengan LTV, menurunkan suku bunga acuan sampai 100bps, dan GWM Rupiah bank umum dan konvensional dan syariah sebanyak 50bps.
"Mudah-mudahan bisa segera terwujud di kredit perbankan. Karena artinya amunisi banknya sudah banyak. Tinggal bagaimana industri merespons, tergantung kondisi perkembangan supply and demand dan demand properti sendiri sebetulnya masih meningkat,” ungkapnya.