Bisnis.com, JAKARTA - Penyesuaian tarif tol diharapkan ditinjau dan dikaji secara matang serta berimbang sesuai kebutuhan pengusaha yakni Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) maupun pengguna.
Pengamat Tata Kota dari Universitas Trisakti Yayat Supriatna mengatakan dari sisi BUJT, penyesuaian tarif tol sangat berdampak pada kelangsungan operasional operator. Jika tidak disesuaikan dengan beban operasional maka akan menjadi bumerang bagi BUJT.
"Tarif itu harus dimaknai dari dua sisi. Yang pertama, dari sisi operator sebagai kekuatan struktur untuk keberlangsungan usaha, dalam arti, kalau tarifnya tidak sesuai dengan beban operasional, perusahaan akan kolaps,"ujarnya, Rabu (29/1/2020).
Selain itu, lanjutnya, tarif tol juga digunakan untuk meningkatkan mutu pelayanan agar para pengguna mendapatkan manfaat yang maksimal ketika melaju di jalan bebas hambatan.
Sementara itu, dari sisi masyarakat, Yayat menjelaskan bahwa besaran tarif tol akan memberi pertimbangan tersendiri. Artinya, masyarakat bisa memilih untuk memanfaatkan jalan tol atau tidak dengan membandingkan manfaat dengan ongkos yang harus dikeluarkan.
"Masyarakat akan mengkonversi dengan waktu, kecepatan dan kemudahan. Jika tarif dirasa berat, ya dirasionalkan saja, perlu atau tidak untuk menggunakan tol. Sebab [penggunaan] jalan tol itu pilihan,” katanya.
Baca Juga
Hal yang sama juga berlaku, jika dikaitkan dengan rencana skema tarif yang terintegrasi pada sejumlah ruas tol, salah satunya ruas Tol Jakarta-Cikampek II Elevated. Yayat juga menilai bahwa skema integrasi tarif harus digodok hingga matang agar menghasilkan keputusan yang menguntungkan semua pihak.
"Jadi akan dibuat kebijakan yang mendekati win-win solution. Artinya, tidak boleh membenani masyarakat dan pelaku industri. Lalu operator juga tidak boleh rugi, investor harus dapat kesempatan untuk ambil keuntungan. Akhirnya, ketika tarif sudah ditentukan, semuanya dikembalikan kepada pilihan para pengguna," ujarnya.