Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia meluncurkan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang mengindikasikan bahwa ekspansi kegiatan dunia usaha pada kuartal IV/2019 tetap tumbuh positif, meskipun melambat dibandingkan dengan kegiatan usaha pada kuartal sebelumnya.
Dilansir dari siaran pers Bank Indonesia, perlambatan tersebut sejalan dengan pola historis perkembangan kegiatan usaha yang cenderung melambat pada akhir tahun.
Hal ini tercermin dari nilai Saldo Bersih Tertimbang (SBT) hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) pada kuartal IV/2019 sebesar 7,79%, lebih rendah dari 13,39% pada kuartal sebelumnya.
Adapun sejumlah legiatan usaha yang tetap tumbuh positif tersebut didorong oleh kegiatan usaha di sektor Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan, sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, sektor Jasa-jasa, serta sektor Pengangkutan dan Komunikasi.
"Sejalan dengan perkembangan kegiatan usaha tersebut, kapasitas produksi terpakai dan penggunaan tenaga kerja pada kuartal IV/2019 tercatat lebih rendah dibandingkan dengan kondisi pada kuartal sebelumnya," kata Bank Indonesia, Senin (13/1/2020).
Sementara itu, kondisi keuangan dunia usaha dari aspek likuiditas dan rentabilitas tetap baik, diikuti dengan akses kredit perbankan yang berjalan normal.
Responden memprakirakan kegiatan usaha pada kuartal I/2020 akan membaik.
Hal ini terindikasi dari SBT prakiraan kegiatan usaha yang meningkat menjadi 10,70%. Peningkatan tersebut bersumber dari kegiatan usaha pada sektor Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan, sektor Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan, serta sektor Industri Pengolahan.
"Peningkatan tersebut juga diprakirakan akan diikuti oleh penggunaan tenaga kerja yang lebih tinggi," pungkasnya.
Bisnis.com mencatat, hal ini diperkuat dengan hasil Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) meningkat tetapi Indeks Kegiatan Dunia Usaha pada Desember 2019 justru mengalami penurunan. Indeks Kegiatan Dunia Usaha juga diprrdiksi masih akan tumbuh melambat pada 6 bulan mendatang.
Berdasarkan Survei Konsumen Desember 2019 dari Bank Indonesia menyatakan kenaikan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) menjadi 126,4 lebih tinggi jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya, 124,2 poin.
Secara umum, semua komponen pembentuk indeks mengalami kenaikan, misalnya Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK).
Mayoritas komponen pembentuk indeks mengalami kenaikan, terkecuali Indeks Ekspektasi Kegiatan Dunia Usaha. Dikutip dari laporan Bank Indonesia, Selasa (7/1/2020), Indeks Ekspektasi Kegiatan Dunia Usaha pada Desember 2019 menurun -0,4 poin dari bulan sebelumnya.
Laporan ini juga menyatakan, ekspansi kegiatan usaha pada 6 bulan mendatang tidak akan setinggi bulan sebelumnya. Tecermin dari Indeks Ekspektasi Kegiatan Usaha Desember 2019 sebesar 139,1 lebih rendah dari sebelumnya 139,5.
“Indeks ini terpantau menurun pada responden dengan tingkat pengeluaran Rp2,1 juta sampai Rp4 juta per bulan, dan berusia 31-50 tahun, serta di atas 60 tahun,” tulis Bank Indonesia.
Padahal, sejumlah komponen pembentuk Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) lain mengalami kenaikan. Misalnya saja, Indeks Ekspektasi Penghasilan menjabarkan bahwa pada 6 bulan ke depan, konsumen memprakirakan ada kenaikan omset usaha maupun kenaikan upah dan gaji. Alhasil, Indeks Ekspektasi Penghasilan juga melesat jadi 152,7 poin dari bulan sebelumnya 151,2 poin.
Anomali tersebut menurut Kepala Ekonom BNI Ryan Kiryanto bukan gambaran yang membahayakan dari kegiatan usaha. Pasalnya, penurunan tipis pada Indeks Ekspektasi Kegiatan Dunia Usaha tidak mencederai proyeksi kenaikan IKK.
Menurut Ryan kondisi ini terjadi karena dunia usaha masih optimistis bahwa proyeksi ekonomi Indonesia pada tahun ini relatif membaik dari 2019.
Alasannya, tekanan eksternal seperti perang dagang dan Brexit mereda. Sebaliknya, kondisi terkini di kancah global yakni ketegangan AS dan Iran juga diperkirakan hanya bersifat sementara saja.
Sementara dari faktor internal, Ryan menilai kondisi makroekonomi relatif stabil, inflasi masih rendah, harga komoditas ekspor mulai merangkak naik, dan stabilitas politik terjaga pasca Pemilu.
Hal ini didukung dengan komitmen pemerintah mempercepat belanja modal awal tahun.
“Sehingga UU Omnibus Law sebagai sapu jagat untuk menyelesaikan semua kendala teknis operasional di lapangan bagi investasi langsung yakni PMA maupun PMDN akan membesar, kebijakan moneter dan makroprudensial dari Bank Indonesia juga akomodatif dan pro pertumbuhan,” kata Ryan.
Dia juga menilai masih akan banyak kebijakan fiskal dari Kementerian Keuangan yang siap diluncurkan tahun ini sehingga memperbaiki Indeks Ekspektasi Dunia Usaha ke depan.