Bisnis.com, JAKARTA — Pengembang properti yang tergabung dalam Real Estat Indonesia (REI) meminta pemerintah menaikan batasan harga rumah yang tidak kena pajak sehingga menggairahkan industri nasional.
Moeroed, Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Perumahan Subsidi dan Perumahan Aparatur Pemerintah DPD REI menuturkan saat ini Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) berdasarkan Undang-undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebesar Rp55 juta.
Nilai tidak kena pajak ini perlu dinaikan sesuai dengan nilai jual rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Saat ini rata-rata nasional, harga rumah untuk MBR berkisar Rp150 juta.
“Ini terkait masalah program Presiden [Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin], itu [membangun] dua juta rumah dengan uang muka 1% dan bunga 5%,” kata Moeroed di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Senin (6/1/2020).
Menurut Moeroed yang sebelumnya Ketua REI Sumatra Selatan itu dengan penyesuaian nilai yang tidak dikenai pajak, maka target pembangunan rumah murah semakin mudah dilaksanakan.
Biaya BPHTB sebesar 10% yang membentuk harga jual rumah dapat dibebaskan kepada konsumen.
Saat ini, masyarakat berpenghasilan rendah memiliki beberapa pilihan program yang didukung pemerintah untuk mendapatkan rumah.
Program ini seperti fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP). Program ini menyasar masyarakat berpenghasilan rendah yang memiliki upah maksimal Rp4 juta untuk kredit pemilikan rumah (KPR) rumah tapak, sedangkan untuk rumah susun maksimal Rp7 juta.
Kemudian, untuk skema lainnya seperti bantuan pembiayaan perumahan berbasis tabungan (BP2BT), pembeli harus memiliki tabungan setidaknya 3 bulan dengan penghasilan keluarga maksimal Rp6 juta.