Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah dinilai perlu segera mengevaluasi penerapan harga pembelian pemerintah (HPP) beras. Rendahnya HPP dianggap menjadi permasalahan utama yang membuat kualitas beras yang diserap Perum Bulog terus menurun dan sulit disalurkan.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Galuh Octania berpendapat bahwa HPP yang mengacu pada Instruksi presiden (Inpres) Nomor 5 Tahun 2015 telah kehilangan relevansi dan sudah cukup kedaluwarsa jika melihat pergerakan harga gabah saat ini. Evaluasi pada HPP pun dinilai perlu demi menggenjot daya saing Bulog dalam menjalankan pengadaan serta penyaluran cadangan beras pemerintah (CBP) yang berkualitas.
Berdasarkan Inpres Nomor 5 Tahun 2015, HPP gabah kering panen (GKP) dipatok di angka Rp3.700 per kilogram dengan fleksibilitas sebesar 10%. Artinya, Bulog bisa menawarkan harga pembelian sampai Rp4.050 per kilogram.
Galuh mengemukakan terdapat sejumlah yang mengakibatkan adanya perubahan harga seperti inflasi, biaya transportasi, dan perubahan margin keuntungan petani yang meningkat dari tahun ke tahun. Dalam merespons situasi ini, dia menyarankan pemerintah untuk meninjau ulang relevansi HPP.
"Jika HPP masih dibutuhkan, sebaiknya besaran HPP diperbarui dengan kondisi pasar yang ada saat ini. Namun, dalam jangka panjang, permasalahan seputar penyerapan beras Bulog ini lagi-lagi berpotensi terjadi karena harga di tahun mendatang pasti akan berbeda dan perlu update berkala,” kata Galuh dalam keterangan tertulis, Rabu (4/12/2019).
Galuh pun menambahkan bahwa pemerintah bisa memilih sejumlah opsi jangka panjang agar tak bergantung pada HPP dalam mengendalikan harga beras. Cara-cara ini disebutnya bisa memberi kepastian harga terjangkau bagi konsumen namun tetap menyejahterakan petani dan mencakup intervensi pada segi produksi dan distribusi melalui program-program pemerintah yang juga diintegrasikan dengan penerapan teknologi.
Evaluasi HPP pun disuarakan oleh Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa. Dia menyebutkan revisi HPP menjadi mendesak karena berdasarkan catatannya, HPP beras hanya tumbuh 12% sejak 2012, sementara tingkat inflasi tumbuh sampai 30% sejak 2012 sampai saat ini.
"HPP Rp3.700 dengan fleksibilitas 10% ini memunggungi para petani. Sekarang harga gabah bisa mencapai Rp4.500 per kilogram dan ketika paceklik bisa mencapai Rp5.000 per kilogram. HPP sekarang sudah tak relevan," kata Dwi.