Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bagaimana Serikat Pekerja Merespons Kenaikan UMP 2020 Sebesar 8,51 Persen?

Ketua Asosiasi Serikat Pekerja (ASPEK) Mirah Sumirat menilai besaran kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2020 sebesar 8,51% jauh dari kata layak.
Sejumlah buruh dari berbagai serikat buruh melakukan aksi pada saat peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) di kawasan Jalan Sudirman-Thamrin, Jakarta, Rabu (1/5/2019). /Antara
Sejumlah buruh dari berbagai serikat buruh melakukan aksi pada saat peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) di kawasan Jalan Sudirman-Thamrin, Jakarta, Rabu (1/5/2019). /Antara

Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Asosiasi Serikat Pekerja (ASPEK) Mirah Sumirat menilai besaran kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2020 sebesar 8,51% jauh dari kata layak.

Sejak awal, tuturnya, serikat pekerja tidak sepakat dengan aturan PP No.78/2015 tentang Pengupahan. Sebab, formula pengupahan dalam beleid tersebut hanya menghitung dari dua indikator yaitu inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional.

Sementara itu, serikat pekerja sendiri memiliki 84 poin komponen hidup layak (KHL) yang harus dimasukkan dalam formula penghitungan upah tersebut. Mirah mengatakan, menurut perhitungan serikat pekerja, kenaikan UMP 2020 idealnya mencapai 20%.

“Karena gara-gara aturan itu upah tenaga kerja kita semaki menurun, murah. Lalu, dari murahnya upah harusnya dievaluasi PP itu karena melemahkan ekonomi. Apa indikatornya? Begini, ketika PP No.78/2015 yang menghitung UMP berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi, lalu muncullah angka itu. Padahal, angka riil kehidupan pekerja kan gak segitu. Kita kerja secara riil kan ada item-item yang jadi patokankan gitu,” jelas Mirah, Kamis (17/10/2019).

Ketika angka riil kebutuhan pekerja tidak terpenuhi, imbuhnya, daya beli masyarakat dikhawatirkan akan turun sehingga memengaruhi hasil produksi perusahaan baik skala kecil, menengah maupun besar.

“Nah, ketika daya beli turun, barang yang dihasilkan  tidak terbeli dengan baik, pada akhirnya perusahaan itu jadi tutup. Ketika tutup, pemutusan hubungan kerja (PHK) terjadi massal. Itu akan mengakibatkan persoalan krusial yang bermula dari PP No.78/2015.”

Menurutnya, besaran kenaikan UMP itu menjadi tanda bahwa selama ini meski pemerintah membuka ruang dialog dengan pekerja, usulan-usulan pekerja tidak pernah didengarkan.

“Kami kan perjuangannya upah layak, tetapi malah dapat upah murah, konsisten itu angka 8% setiap tahun. Saya rasa pemerintah itu merem doang, enggak menghitung, tinggal copy paste. Jadi PP No.78/2015 itu bikin pemerintah malas memikirkan kesejahteraan rakyatnya.”

Dia menambahkan, selama ini UMP kerap dijadikan ‘gaji bersih’ di beberapa perusahaan. “Beberapa perusahaan menggunakan UMP itu sebagai take home pay, bukan gaji pokok. Ya meski enggak melanggar juga sih.”

Sementara itu, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI) Ari Kuncoro menilai setiap kenaikan upah minimum ibarat buah simalaka.

Di satu sisi, kenaikan upah tersebut akan menguntungkan pekerja, di sisi lain besar kemungkinan kenaikan upah akan berdampak pada pemindahan lokasi indutri.

“Namun, di satu sisi itu ada perusahaan yang jadi sektor produksi. Nah, kalau bisa memproduksi barang barang yang mempunyai nilai tambah tinggi, maka kenaikan upah itu dengan mudah bisa diserap. Sebab, dengan nilai tambah tinggi dia pasti bisa gaji,” kata Ari.

Menurutnya, kenaikan UMP akan menjadi masalah jika perusahaan tersebut menghasilkan produk dengan nilai tambah rendah seperti produk tekstil atau garmen. Dengan kenaikan UMP, hanya ada 2 pilihan bagi perusahaan dengan produk nilai tambah rendah, yaitu bangkrut atau melakukan PHK massal dan mengganti tenaga kerja dengan mesin.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper