Bisnis.com, JAKARTA — Pascaterbitnya Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tentang Sistem Perjanjian Pendahuluan Jual Beli Rumah, Pengembang mendesak pemerintah untuk menjelaskan lebih mendetail mengenai aturan tersebut.
Sekretaris Jenderal DPP Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida mengatakan bahwa pihaknya akan melakukan pertemuan dengan Kementerian PUPR terkait dengan peraturan tersebut.
"Memang ada yang perlu dijelaskan kepada pengembang dan kami berharap pemerintah segera melakukan sosialisasi," tuturnya kepada Bisnis, Selasa (18/3/2019).
Paulus mengatakan bahwa terdapat beberapa hal yang perlu dijelaskan, salah satunya terkait dengan peraturan pembatalan yang dilakukan oleh pembeli properti untuk ditempati (end user) kepada pengembang.
Totok mengharapkan agar ada kejelasan tentang pengembalian dana atas pembatalan tersebut.
"Pajaknya gimana? pajak yang harus dibayar itu kan juga dilaporkan karena pengembang habis terima uang, langsung melaporkan," tuturnya.
Baca Juga
Menurutnya, hal tersebut berpotensi merugikan pengembang karena pengembalian dana kepada pembeli tersebut dapat menciptakan kekacauan dalam pembiayaan proyek.
Meskipun demikian, Totok juga memahami apabila perumusan peraturan tersebut juga telah mengundang para asosiasi termasuk REI. Namun, pihaknya berharap adanya kesempatan koreksi agar ada sinkronisasi. "Ini bukan tidak setuju atau setuju, ini masih abu-abu!"
Pada 18 Juli 2018, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menerbitkan peraturan Nomor 11/PRT/M/2019 tentang Sistem Perjanjian Pendahuluan Jual Beli Rumah.
Salah satu poin dalam peraturan disebutkan bahwa para pembeli dapat meminta pengembalian biaya kepada pengembang apabila pengembang tidak menepati perjanjian pembangunan.
Namun, hal itu dirasakan tidak adil oleh para pengembang karena perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) tidak mengatur ketentuan denda pembeli apabila para pembeli telat membayar cicilan atau rumah.