Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah bakal memberi kompensasi dalam bentuk tunai kepada badan usaha jalan tol yang terimbas kebijakan rasionalisasi tarif.
Kompensasi menjadi angin segar bagi investor yang berpotensi merugi karena tarif hasil rasionalisasi lebih rendah dari besaran pada perjanjian pengusahaan jalan tol (PPJT).
Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Danang Parikesit mengatakan bahwa pihaknya bersama Ditjen Bina Marga Kementerian PUPR dan juga para investor jalan tol telah melakukan pembahasan untuk mencari solusi yang efektif bagi tiap-tiap pihak.
Dia menyebutkan bahwa kompensasi akan diberikan dalam bentuk tunai yang dialokasikan pada tahun anggaran 2020.
Sebelumnya, pemerintah sempat menimbang sejumlah opsi untuk menanggung kerugian badan usaha. Opsi-opsi tersebut antara lain perpanjangan masa konsesi, insentif pajak, cash deficiency support, dan kompensasi tunai yang berasal dari anggaran negara.
"[Pembahasan] sudah mengerucut untuk solusi yang lebih efektif, nanti akan membiayai kompensasi melalui DIPA [daftar isian pelaksanaan anggaran]. Beberapa investor yang kami briefing memahami isu ini," jelas Danang kepada Bisnis, Jumat (9/8/2019).
Baca Juga
Pada awal 2018, pemerintah menerapkan kebijakan rasionalisasi tarif pada ruas-ruas jalan tol yang dibangun selepas 2010. Sejak saat itu, tarif tol dibatasi maksimal Rp1.000 per kilometer. Di sisi lain, banyak investor yang sudah menyepakati tarif di atas besaran tersebut dalam PPJT.
Misalnya, tarif tol Batang—Semarang dalam PPJT antara pemerintah dan PT Jasamarga Semarang Batang (JSB) dipatok Rp1.500 per kilometer.
Rasionalisasi membuat tarif lungsur menjadi Rp1.000 per kilometer. Secara umum, ada 39 ruas tol yang terdampak kebijakan ini yang membuat tingkat pengembalian investasi di bawah di level yang seharusnya.
Untuk itu, pemerintah berniat memberi kompensasi agar investor tidak merugi. Kompensasi dalam bentuk perpanjangan masa konsesi menjadi opsi yang pertama dipertimbangkan. Namun, perpanjangan masa konsesi dinilai belum cukup.