Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tourism 4.0 Konon Sarat Teknologi. Kalau tanpa 4.0, Apakah Indonesia Lantas tak Menarik Lagi?

Kementerian Pariwisata tengah bebenah untuk mendorong sektor pariwisata Tanah Air menuju tourism 4.0. Lalu apakah itu tourism 4.0? 
Turis mancanegara di Bali/Antara
Turis mancanegara di Bali/Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Pariwisata tengah bebenah untuk mendorong sektor pariwisata Tanah Air menuju tourism 4.0. Lalu apakah itu tourism 4.0? 

Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan tourism 4.0 lahir seiring dengan mulai tersedianya big data perilaku travellers yang mampu dikumpulkan via application dan sensor yang kemudian diolah untuk menciptakan seamless dan personalized travelling experience. 

Seamless dan personalized experience itu bisa diwujudkan karena adanya peran teknologi industri di revolusi Industri 4.0 yaitu: artificial intelligence, internet of things (IoT), big data analytics, robotics, augmented reality, cloud computing, blockchain, dan sebagainya. Inilah berbagai teknologi yang kini sering disebut sebagai Teknologi 4.0.

Era industri 4.0 ini ditandai dengan lahirnya cyber-physical systems di mana menggabungkan kemampuan manusia dan mesin (robot).

Revolusi industri 1.0 terjadi di abad ke-18 di 1784 ditandai dengan pesatnya kemajuan mesin uap dan mesin-mesin pengganti tenaga manusia. 

Revolusi industri 2.0 terjadi di penghujung abad ke-19 pada 1870 yang ditandai dengan kemajuan sistem produksi massal dan energi listrik. 

Sementara revolusi industri 3.0 terjadi sejak 1969 yang ditandai kemajuan elektronik, ICT (informasi dan telekomunikasi), dan otomasi.

Penerapan teknologi 4.0 akan menghasilkan disruptive effect yang akan mengubah secara mendasar wajah berbagai industri termasuk industri pariwisata.

Berbagai kemajuan teknologi 4.0 memungkinkan terwujudnya berbagai aplikasi yang mampu memperkaya traveller experience di satu sisi, dan secara drastis mendongkrak produktivitas industri pariwisata di sisi lain.

Arief mencontohkan di bandara dimungkinkan adanya robotic airport guide/helper yang membantu para travellers melakukan proses check-in dan boarding. Lalu juga ada layanan on-demand service untuk jasa transportasi yang sangat praktis dan efisien. Di hotel bisa dikembangkan layanan e-concierge, m-payment, atau personal assistant dengan memanfaatkan teknologi augmented reality (AR).

Sementara di destinasi wisata, seluruh informasi destinasi tidak lagi melalui brosur atau penjelasan para guide tetapi sudah memanfaatkan teknologi virtual reality via smartphone di tangan.

Singkatnya, revolusi industri 4.0 ini bakal mengubah dan mendisrupsi industri pariwisata secara mendasar karena terwujudnya cost value (more for less), experience value (personalized), dan platform value (resources sharing”) yang bakal dinikmati para travellers. 

"Harus mampu menjadikan teknologi 4.0 sebagai sumber competitive advantages baru di pasar global. Tourism 4.0 Global Best Practices Konsep Tourism 4.0 termasuk baru di dunia. Coba saja search di Google, pasti kita tak banyak menemukan materi mengenai konsep ini. Berbagai negara masih bereksperimen untuk bisa mengambil manfaat maksimal dari tren Tourism 4.0 ini," tuturnya dalam Rakornas I 2019, Kamis (28/2/2019).  

Di Eropa, negara yang paling maju menerapkan Tourism 4.0 adalah Spanyol. Spanyol adalah salah satu negara termaju dalam urusan mendatangkan wisman. Tahun 2017 lalu Spanyol menduduki urutan kedua dengan jumlah wisman mencapai 82 juta. Kontribusi sektor pariwisata Spanyol mencapai 15% GDP, menyerap 15% tenaga kerja yang mencapai lebih dari 2,8 juta. Karena itu Spanyol sangat serius membenahi sektor pariwisatanya dengan menempatkan teknologi 4.0 sebagai sumber competitive advantages.

Bagaimana dengan Indonesia? Urgensi Tourism 4.0 di Indonesia perlu diterapkan melihat dari perspektif konsumen yaitu kenyataan perilaku konsumen yang sudah sangat digital dan semakin dominannya millennial travellers dalam komposisi wisman. 

"Untuk mewujudkan Tourism 4.0, saya memulainya bukan dari membangun infrastruktur teknologinya (hard aspect) dulu karena memang investasinya mahal dan bersifat jangka panjang, tapi justru dari SDM (soft aspect)," ucap Arief. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Yanita Petriella
Editor : Sutarno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper