Bisnis.com, JAKARTA - Menjelang akhir tahun 2018, pelaku usaha dan regulator yakin prospek sektor properti pada 2019 akan membaik, meski harus tetap waspada terhadap beberapa aspek.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan selain faktor kepercayaan diri konsumen, setidaknya terdapat dua faktor yang patut diwaspadai sektor properti pada 2019, yaitu pergerakan nilai suku bunga dan kebijakan perpajakan.
"Jadi, sektor properti sangat terpengaruh terhadap makro economic policy, karena itu harus diwaspadai di tahun depan, karena di 2018, tidak mudah mengenai nilai tukar rupiah, suku bunga yang meningkat, dan likuiditas di tingkat global yang cukup ketat," ujar Sri Mulyani pada acara Property Outlook 2019 di Jakarta, Senin (17/12).
Belum lagi ditambah dengan prediksi The Fed yang akan terus meningkatkan suku bunga hingga awal tahun depan. Sikap Amerika Serikat tersebut dan perang dagang dengan China dinilai akan mengakibatkan resesi ekonomi dunia yang juga akan mempengaruhi sektor properti.
Selain itu, dia mengatakan semua rezim perpajakan akan sangat menentukan pertumbuhan sektor properti, sehingga pihaknya akan selalu meninjau ulang kebijakan perpajakan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berkelanjutan dan berkeadilan.
Pertumbuhan properti, lanjutnya, sangat penting mengingat properti memiliki multiplier effect yang sangat tinggi, yaitu memiliki setidaknya 174 industri lain yang ditopang oleh sektor properti.
Baca Juga
Walaupun demikian, Sri Mulyani juga tidak menampik bahwa tahun depan sektor properti akan memasuki situasi industri yang penuh dengan ketidakpastian. Hal tersebut dipacu oleh dinamika ekonomi global dan stabilitas politik Indonesia.
Pemerintah sejatinya telah memberikan banyak insentif untuk menopang pertumbuhan sektor properti yang dinilai semakin melambat.
Ekonom BCA David Sumual mengatakan dari 16 paket kebijakan ekonomi oleh pemerintah, sekitar 8 kebijakan sudah terkait dengan sektor properti.
"Relaksasi sudah dilakukan. Regulator dari sisi kebijakan baik BI maupun OJK sudah sangat relaks, tinggal mungkin dari pemerintah dari sisi perpanjakan terutama pemda. Di pemda masih banyak hambatan dari sisi regulasi perizinan dan perpajakan. Saya pikir ini yang perlu dideregulasi," ujar David.
Ia mengatakan pertumbuhan investasi properti diprediksi masih akan tumbuh moderat karena kecenderungan global dan suku bunga yang akan naik. Walaupun demikian, investasi properti di beberapa segmen dinilai masih relatif baik.
Selain itu, prospek properti pada 2019 diprediksi akan terjadi pocket bubble di beberapa segmen dan lokasi tertentu, seperti pasokan yang berlebih pada perkantoran masih akan berlanjut hingga 2019.
"Tapi ini siklus yang sehat sebenarnya. jangan sampai terjadi bubble dan ketinggian harga, lalu harga collaps seperti yang terjadi di Jepang yang sudah lebih dari dua dekade ekonominya mengalami perlambatan dan resesi karena pemicunya properti," papar David.
Regulator di Indonesia, lanjut David, telah sangat mewaspadai dengan kebijakan loan to value dan kebijakan lain untuk mencegah bubble tersebut. David memprediksi properti akan kembali booming pada dua tahun hingga tiga tahun ke depan.
Sementara itu, Managing Director Sinar Mas Land Dhany Rahajoe mengatakan properti pada segmentasi residensial masih akan memimpin kontribusi pertumbuhan properti pada tahun depan.
"Residensial kalau dilihat di emiten- emiten properti lainnya, angka semuanya naik, dan permintaan rumah kecil akan tetap tinggi. Lihat juga di penyaluran KPR BTN, tumbuh 19% lebih tinggi dari prediksi OJK," ujar Dhony.