Bisnis.com, JAKARTA — Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan perlu merevisi Rencana Induk Pelabuhan Nasional.
Hal itu dikatakan Direktur The National Maritime Institute atau Namarin, Siswanto Rusdi untuk memudahkan pemerintah dalam melibatkan swasta di proyek tersebut.
Selama ini Kemenhub dinilai seolah asal saja dalam membuat daftar rencana pembangunan pelabuhan nasional tanpa mempertimbangkan ada tidaknya unsur bisnis di lokasi-lokasi yang ditetapkan.
“Tidak semua daerah di dalam rencana induk pelabuhan nasional itu membutuhkan pelabuhan. Jadi harus ada revisi dalam RIPN itu. Kan itu RIPN berisi daftar pelabuhan, itu harus diubah kalau memang ingin ada keterlibatan pihak ketiga,” kata Siswanto Rusdi, Jumat (23/9/2018).
Selain merevisi daftar RIPN, lanjut Siswanto, Kementerian Perhubungan sejak awal harusnya menyerahkan pembangunan pelabuhan kepada swasta. Dengan begitu tidak akan membebani anggaran negara yang ada.
“Pembangunan pelabuhan kita itu didominasi oleh [Kementerian] Perhubungan. Sudah dibangun oleh biaya negara, kemudian dioperasikan oleh mereka juga, akhirnya ini yang ditawar-tawarkan. Sebagian diambil Pelindo sebagian ditawar-tawarkan. Harusnya dari awal pembangunan biar digarap swasta, kalau negara bikin kemudian diserahkan swasta ya gak mau,” ujarnya
Untuk diketahui, Pemerintah membutuhkan suntikan dana swasta atau badan usaha untuk proyek infrastruktur maritim senilai US$16,183 miliar pada 2021 sampai 2030 mendatang.
Berdasarkan Rencana Induk Pelabuhan Nasional, rencana pembangunan dan pengembangan pelabuhan sampai 2037 yang terbagi atas 636 pelabuhan untuk melayani angkutan laut, 1.321 rencana lokasi pelabuhan dan 55 terminal atau bagian dari pelabuhan.
Direktur Kepelabuhan Direktorat Jendral Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan M. Tohir mengatakan pada periode 2021 sampai 2030 total kebutuhan dana untuk pembangunan infrastruktur maritim, dalam hal ini pengembangan pelabuhan, senilai US$22,464 miliar.
Kemampuan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan tersebut hanya 28% atau senilai US$6,281 miliar. Sisanya dibutuhkan suntikan dari swasta ataupun badan usaha.
Tohir menjelaskan, sebelumnya pada periode 2011 sampai 2015, pemerintah hanya memberikan ruang pendanaan swasta sebesar 57,4% atau senilai US$7,010 miliar dari total kebutuhan US$12,212 miliar.
Ruang pendanaan swasta itu pada periode 2016-2020 menjadi sebesar 72,4% atau senilai US$8,965 miliar dari total US$12,389 miliar.
“Di sini, memang pembiayaan pemerintah sangat terbatas. Jangka panjang cuma 20% anggarannya. Sebelumnya, 2015, masih cukup tinggi 42%, sekarang 28%. Sisanya anggaran dari swasta 72% lebih, peran swasta kembangkan infrastruktur pelabuhan,” kata Tohir, Rabu (12/9).
Dalam hal ini, dia menuturkan setidaknya ada tiga skema yang bisa dilakukan pemerintah untuk menarik badan usaha atau swasta terlibat dalam proyek infrastruktur maritim yaitu skema konsesi, skema kerjasama pemerintah dan badan usaha serta skema kerjasama pemanfaatan aset Barang Milik Negara (BMN).
Sejauh ini pemerintah baru menerapkan dua skema yakni skema konsesi dan kerjasama pemerintah dan badan usaha atau KPBU.
Dalam skema konsesi, jelasnya, terdapat 18 lokasi yang siap dilakukan kerja sama dengan Badan Usaha Pemerintah (BUP) yang terdiri dari 4 lokasi eksisting dan 14 lokasi baru.
Dia menjelaskan nilai investasi yang dibutuhkan untuk 14 pelabuhan baru yang telah siap dilaksanakan proyeknya melalui skema konsesi mencapai US$96,6 triliun.
Selain itu, Kemenhub akan menyasar 10 lokasi baru lainnya yang masih dalam proses untuk menggunakan skema konsesi, seperti di antaranya terminal Gilimas (pelabuhan Lembar), PT Pelabuhan Swangi Indah (pelabuhan Kotabaru), PT Sarana Abadi Lestari (pelabuhan Samarinda) dan terminal New Kendari Port (pelabuhan Kendari).
Sementara untuk skema KPBU, Tohir menjelaskan ada 14 lokasi pelabuhan yang cukup potensial yaitu pelabuhan Bau-Bau, Anggrek, Labuan Bajo, Belang-Belang, Wanci, Banggai, Tahuna, Tobelo, Namlea, Serui, Kaimana, Pomako, Dobo dan Saumlaki.
Dia mengatakan nantinya 2 dari 14 lokasi yakni pelabuhan bau-bau dan anggrek akan menjadi pilot project untuk implementasi proyek kpbu sektor kepelabuhanan sesuai dengan surat penyampaian usulan pengembangan pelabuhan melalui skema kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU) dari dirjen Perhubungan Laut kepada Menhub nomor pp001/2/14/djpl-18 tanggal 23 mei 2018.
Sedangkan untuk 12 lokasi pelabuhan lainnya, kegiatan dilakukan dalam bentuk penyusunan studi pendahuluan sebagai dasar dalam menetapkan keputusan lanjut/tidaknya proyek KPBU.