Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bank Dunia Nilai RAPBN 2019 Cerminan Kehati-hatian Fiskal Pemerintah

Bank Dunia menilai Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2019 sebagai cerminan kehati-hatian fiskal yang menjadi tradisi APBN Indonesia.
Menteri Keuangan Sri Mulyani (tengah) menerima laporan hasil pembahasan RAPBN 2019 dari Wakil Ketua Banggar DPR Jazilul Fawaid saat Rapat Paripurna ke-30 di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (12/7)./ANTARA FOTO-Puspa Perwitasari
Menteri Keuangan Sri Mulyani (tengah) menerima laporan hasil pembahasan RAPBN 2019 dari Wakil Ketua Banggar DPR Jazilul Fawaid saat Rapat Paripurna ke-30 di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (12/7)./ANTARA FOTO-Puspa Perwitasari

Bisnis.com, JAKARTA -- Bank Dunia menilai Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2019 sebagai cerminan kehati-hatian fiskal yang menjadi tradisi APBN Indonesia.

Lead Country Economist World Bank untuk Indonesia Frederico Gil Sander mengungkapkan defisit fiskal yang lebih rendah menjadi sikap yang tepat menghadapi fluktuasi pasar keuangan global.

"Anggaran 2019 melanjutkan tradisi ini dan menargetkan defisit fiskal yang lebih rendah pada 2019, meskipun pemilu. Sikap ini tepat karena pasar keuangan global sangat fluktuatif akhir-akhir ini karena devaluasi lira Turki. Semakin kecil defisit, semakin sedikit utang yang perlu dikeluarkan oleh pemerintah," ungkapnya kepada Bisnis, Selasa (28/8/2018).

Menurut Gil Sander, selama 15 tahun terakhir Indonesia memiliki catatan kehati-hatian fiskal yang menyebabkannya menjadi salah satu negara dengan tingkat utang terendah di dunia.

Utang yang lebih rendah dari aset berdenominasi rupiah disebut dapat membantu mendukung penguatan mata uang. Sebab, kebutuhan akan valuta asing (valas) menjadi lebih sedikit.

Bank Dunia juga menyoroti dampak harga bahan bakar yang lebih tinggi pada rumah tangga miskin dan rentan, tetapi percaya bahwa pemerintah harus lebih fokus pada transfer dana yang ditargetkan.

"Program sosial yang tepat sasaran kepada mereka yang paling membutuhkan akan memberikan manfaat jangka panjang dibandingkan dengan subsidi energi yang tidak tepat sasaran," jelas Gil Sander.

Dia pun optimistis target defisit dan pendapatan bisa terpenuhi. Apalagi, perbaikan administrasi pajak dan tingkat kepatuhan dinilai mulai membuahkan hasil.

Peranan penerimaan perpajakan dalam APBN semakin signifikan, yaitu naik dari total 74% pada 2014 menjadi 83,1% pada 2019. Adapun target penerimaan dalam RAPBN 2019 menembus Rp2.142,5 triliun.

Penerimaan perpajakan dipatok tumbuh 15% menjadi Rp1.781 triliun, yang terdiri atas penerimaan pajak Rp 1.572,4 triliun, penerimaan kepabeanan dan cukai Rp 208,6 triliun, serta penerimaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp 361,1 triliun.

Sementara itu, defisit anggaran 2019 ditargetkan berada di level 1,84% dari PDB atau Rp297,2 triliun lebih rendah dari proyeksi defisit 2018 yang sebesar 2,12% dari PDB senilai Rp314,2 triliun.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper