Bisnis.com, JAKARTA — Pelaku industri keramik dalam negeri berharap pemerintah menetapkan tarif safeguard lebih tinggi dibandingkan dengan bea masuk impor untuk menekan banjirnya produk asing di pasar domestik.
Edy Suyanto, Wakil Ketua Asosiasi Aneka Keramik Indonesia (Asaki), mengatakan bahwa dengan penerapan bea masuk sebesar 20% saja, impor keramik meningkat rata-rata 22% setiap tahun.
“Kami ingin [tarif] safeguard 30% dan bisa berjalan awal Agustus tahun ini. Safeguard ini sebagai painkiller bagi industri dalam negeri,” ujarnya, belum lama ini.
Usulan safeguard tersebut telah disampaikan oleh asosiasi sejak tahun lalu dan saat ini masih digodok oleh pemerintah. Edy menambahkan, apabila impor keramik bisa ditekan, industri dalam negeri bisa berbenah agar bisa tumbuh kembali.
Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS), selama periode Januari—Juni 2018 impor produk keramik tumbuh 58,86% menjadi US$288,26 juta dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu senilai US$181,46 juta.
Elisa menuturkan, industri keramik dalam negeri sedang terpuruk karena barang impor, terutama dari China, yang terus masuk. Impor bisa terus meningkat karena pada tahun ini, bea masuk Asean-China Free Trade Agreement turun dari 20% menjadi 5%.
“Kami mendesak pemerintah segera mengimplementasikan safeguard secepatnya.”
Dia menyebutkan, kapasitas produksi pabrikan keramik terus menurun dari 500 juta meter persegi pada 2013 menjadi 330 juta meter persegi pada saat ini. Utilitas pabrik-pabrik dalam negeri juga anjlok menjadi 60%.
Selain disebabkan oleh banjirnya produk impor, penurunan tersebut juga disebabkan permintaan dalam negeri lesu akibat sektor properti yang belum bergairah.
“Impor sekarang sekitar 70 juta meter persegi, padahal permintaan turun dari 540 juta meter persegi menjadi 400 juta meter persegi. Industri keramik dalam negeri perlu dijaga karena menyerap banyak tenaga kerja,” jelasnya.