Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah Indonesia baru saja mendapat suntikan dana dari Bank Dunia senilai US$300 juta guna membenahi dan mereformasi sektor logistik untuk mengurangi biaya sekaligus meningkatkan kehandalan logistik maritim.
Ketua DPP Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Yukki Nugrahawan Hanafi mengatakan modal pinjaman ini diharapkan bisa dimanfaatkan sebaik mungkin oleh pemerintah sehingga berdampak langsung kepada masyarakat.
"Tentunya hal ini sangat positif. DPP ALFI berharap penggunaan dana tersebut harus sesuai dengan apa yang disampaikan oleh World Bank, harus tepat sasaran. Dan karena ini bentuknya pinjaman, harusnya dampaknya dapat dirasakan oleh masyarakat," kata Yukki kepada Bisnis, Kamis (5/7/2018).
Bagi para pelaku usaha, kata Yukki, pemerintah diharapkan bisa mengelola dana tersebut dengan transparan dan dapat diakses oleh publik. "Kami dari pelaku usaha juga menginginkan pemerintah terbuka dana tersebut dipergunakan untuk apa dan dapat dibuka kepada publik," jelasnya.
Dia juga berharap dengan adanya modal pinjaman itu pemerintah bisa merealisasikannya dengan baik sehingga biaya logistik juga dapat turun ke angka 21% pada tahun 2019.
Sebab, kajian Bank Dunia bekerjasama dengan Pusat Kajian Logistik ITB pada tahun 2013 menunjukkan bahwa rata-rata biaya logistik Indonesia selama tahun 2004-2011 mencapai 26,64% dari produk domestik bruto (PDB).
Baca Juga
Riset ALFI pada 2017 juga menunjukkan tingginya ongkos logistik Indonesia yang mencapai 23,5%. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan sejumlah negara tentangga seperti Thailand (13,2%), Malaysia (13%), dan Singapura (8,1%).
"Dan biaya logistik terhadap industri di antara wilayah bisa lebih baik terutama di wilayah Jawa Tengah masih tinggi dibandingkan dengan wilayah lainnya di Jawa. Sumatra, Sulawesi dan wilayah Indonesia Timur pun dapat terus diperbaiki," ungkapnya.
Sebelumnya, Bank Dunia sendiri melalui Kepala Perwakilan di Indonesia dan Timor Leste Rodrigo A. Chavez mengatakan pinjaman untuk Indonesia merupakan yang kedua dalam program Indonesia Logistics Reform Development Policy Loan (DPL) yang pada tahap pertama disetujui pada November 2016.
Dia menilai sektor logistik yang efisien sangat penting bagi pertumbuhan sektor manufaktur, pertanian, dan jasa. Menurutnya, logisitk yang lebih baik akan meningkatkan daya saing Indonesia dan membantu mengurangi tingkat kemiskinan dengan menurunkan harga barang dan jasa di daerah pelosok, terutama di kawasan timur Indonesia.
Bank Dunia menilai, operasional pelabuhan yang tidak efisien, pasar logistik yang tidak kompetitif, dan prosedur perdagangan yang panjang telah menghambat daya saing Indonesia. Pelabuhan dianggap menjadi titik penghambat dalam rantai logistik nasional karena keterbatasan infrastruktur, regulasi, dan produktivitas yang rendah.
Hambatan-hambatan itu menyebabkan biaya logistik bagi sektor manufaktur di Indonesia lebih mahal dibandingkan dengan Thailand dan Vietnam. Selain itu, hambatan-hambatan tersebut juga berkontribusi terhadap kinerja logistik yang lebih rendah dibandingan dengan negara lain di Asia tenggara.