Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pertumbuhan Penjualan Baja Tercapai Jika Pemerintah Awasi Impor

Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia (The Indonesian Iron and Steel Industry Association/IISIA) masih berharap pertumbuhan pada tahun ini sesuai dengan target yang ditetapkan. Pertumbuhan tersebut hanya bisa dicapai dengan kontrol impor yang akurat oleh pemerintah.
Industri baja/Bisnis.com
Industri baja/Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA--Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia (The Indonesian Iron and Steel Industry Association/IISIA) masih berharap pertumbuhan pada tahun ini sesuai dengan target yang ditetapkan. Pertumbuhan tersebut hanya bisa dicapai dengan kontrol impor yang akurat oleh pemerintah.

Direktur Eksekutif IISIA Hidayat Triseputro mengatakan hingga akhir kuartal I ini, asosiasi belum mendapatkan gambaran terkait permintaan karena masih memproses data-data dari pada produsen. Kendati demikian, asosiasi masih berharap industri baja masih bisa tumbuh sesuai prediksi, yaitu lebih dari 7%.

Sepanjang tahun lalu, permintaan baja domestik berada di kisaran 13,5 juta ton dan diperkirakan menembus 14,5 juta ton pada 2018.

"Harapan kami untuk mencapai target adalah utilisasi kapasitas nasional harus dioptimalkan dan potensi ancaman impor harus tetap diwaspadai," ujarnya saat dihubungi Bisnis, pekan lalu.

Menurut Hidayat, utilitas kapasitas pabrikan baja dalam negeri hanya bisa optimal ketika impor terkontrol. Oleh karena itu, pemerintah diminta untuk mengendalikan impor sesuai kebutuhan.

Apalagi, saat ini kekhawatiran impor semakin besar muncul setelah Pemerintah Amerika Serikat mengumumkan penerapan bea masuk impor baja sebesar 25%. Dengan kebijakan ini, pabrikan baja China dikhawatirkan akan memindahkan tujuan ekspor ke negara lain, termasuk ke Indonesia.

Hidayat menuturkan masalah pelarian HS number masih menjadi ancaman utama industri baja nasional, terlebih dengan kebijakan Pemerintah AS tersebut. Sebelum aturan tersebut terbit, pasar baja dalam negeri telah dibanjiri impor baja karbon yang dilapisi chrome dan boron sehingga masuk sebagai baja paduan yang bebas bea masuk. 

"Pengawasan melalui SNI juga harus diperketat. Baja non standar segera ditertibkan dan ditindak," katanya.

Dari sisi pabrikan, Direktur Pemasaran Krakatau Steel Purwono Widodo menuturkan pada awal tahun ini perseroan mengalami peningkatan permintaan baja seiring pengurangan alokasi ekspor dari China. 

Permintaan produk baja ke Krakatau Steel, seperti hot rolled coil (HRC) meningkat sekitar 30%. Konsumen dalam negeri menaikkan permintaan kepada produsen lokal karena impor dari China sulit diperoleh. 

Hal tersebut disebabkan pemerintah China memangkas alokasi ekspor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri seiring perbaikan ekonomi dan penutupan pabrik baja yang tidak ramah lingkungan.

Kondisi pasar saat ini dinilai sangat menggembirakan produsen baja di kawasan Asia Tenggara karena menjadi momentum peningkatan utilitas pabrik. Selain itu, harga baja juga sedang berada di titik normal menuju tinggi yang dipicu oleh kondisi di China dan harga baja di Amerika Serikat yang tinggi.

Dia menyebutkan harga baja sudah kembali ke normal, di atas US$600 per ton dan menuju US$700 per ton. Sebelumnya, harga HRC per ton sempat di bawah US$400.

Perseroan pun meyakini tahun ini akan ditutup dengan raihan untung. Kendati demikian, produsen baja dalam negeri juga mewaspadai potensi peningkatan impor baja China menyusul kebijakan pemerintah AS.

Untuk mencegah banjir impor baja yang lebih lanjut, Kementerian Perindustrian tengah mengkaji beberapa langkah untuk mengantisipasi peningkatan impor baja China setelah pemerintah Amerika Serikat mengumumkan penetapan tarif impor. 

"Salah satunya mengenai Permendag 22/2018 [tentang Ketentuan Impor Besi atau Baja, Baja Paduan, dan Produk Turunannya], kami akan mencoba membangun database sebagai guideline ke Kemendag apa saja produk baja yang sudah diproduksi dalam negeri, mana yang masih kurang dan mana yang boleh diimpor," kata Harjanto, Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika Kemenperin.

Upaya kedua adalah pencegahan pelarian tarif atau kode HS baja paduan. Selama ini produsen baja China banyak menggunakan celah bea masuk baja paduan yang sebesar 0% untuk memasukkan produk baja karbon ke Indonesia yang dilapisi dengan boron atau kromium.

Selain kedua upaya tersebut, Harjanto juga menyebutkan Kemenperin berencana menerapkan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) untuk produk baja. Dengan demikian, produk baja yang tidak memiliki sertifikat TKDN tidak bisa ikut tender. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper