Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengamat Pertanyakan Langkah Pemerintah Kerek HET Beras Bulog

Langkah pemerintah dalam menaikkan HET beras menuai pertanyaan. Pemerintah menjelaskan urgensi kenaikkan harga tersebut.
Buruh mengangkut karung beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta. Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Buruh mengangkut karung beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta. Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA - Pengamat mempertanyakan langkah pemerintah yang menaikkan harga eceran tertinggi (HET) beras stabilisasi pasokan dan harga pangan (SPHP), terlebih beras tersebut diperuntukan bagi kalangan menengah ke bawah. 

Pengamat Pertanian Center of Reform on Economic (Core) Eliza Mardian menyampaikan, mayoritas beras Bulog merupakan impor, bukan penyerapan dalam negeri yang memang mengalami kenaikan harga di level petani.

Sementara, beras impor asal Vietnam yang tiba di Indonesia sebesar Rp8.800 per kilogramnya. Pemerintah bahkan masih mendapat untung jika dijual Rp10.000 per kilogram, kecuali jika pemerintah ingin maksimasi profit.

“Urgensi kenaikan HET SPHP ini dipertanyakan,” kata Eliza kepada Bisnis, Minggu (5/5/2024).

Eliza menyebut, tujuan keberadaan beras SPHP sendiri adalah untuk memudahkan masyarakat menengah bawah dapat membeli beras dengan harga terjangkau. Jika HET dinaikkan, hal tersebut akan mengerek harga di masyarakat.

Alih-alih menormalisasikan harga tinggi dengan menaikkan HET, pemerintah kata dia seharusnya mengendalikan harga agar harga beras tidak melambung tinggi.

“Yang harusnya dilakukan pemerintah adalah berusaha menyeimbangkan harga sesuai kondisi suplainya, bukan menaikkan HET,” tegasnya. 

Eliza juga mendesak pemerintah untuk segera menaikkan harga pembelian gabah. Pasalnya, harga gabah kering panen (GKP) saat panen rata-rata jatuh dari semula Rp7.000 per kilogram menjadi Rp5.000 per kilogram hingga Rp5.500 per kilogram.

Harga GKP yang turun tersebut sayangnya tidak diiringi dengan penurunan harga beras di pasar rakyat.

“Berarti ada persoalan struktural di level pedagang besar yang blm juga diselesaikan pemerintah sehingga harga masih bertengger mahal,” ujarnya. 

Untuk diketahui, Badan Pangan Nasional (Bapans) dalam surat No. 142/TS/02.02/K/4/2024 tanggal 29 April 2024 tentang Penugasan SPHP Beras tahun 2024 resmi mengerek HET beras SPHP per 1 Mei 2024. 

Bapanas mengerek HET sesuai zonasi sebesar Rp1.600 per kilogram hingga Rp1.700 per kilogram. Untuk wilayah Jawa, Lampung, Sumatra Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi, pemerintah mematok HET beras SPHP di level Rp12.500 per kilogram. Sebelumnya, HET beras Bulog dipatok sebesar Rp10.900 per kilogram. 

Untuk wilayah Sumatra kecuali Lampung dan Sumatra Selatan, Nusa Tenggara Timur, dan Kalimantan, HET yang sebelumnya ditetapkan sebesar Rp11.500 per kilogram kini dipatok Rp13.100 per kilogram.

Kemudian, untuk wilayah Maluku dan Papua, HET beras SPHP ditetapkan sebesar Rp13.500 per kilogram. Pemerintah sebelumnya menetapkan HET beras Bulog sebesar Rp11.800 per kilogram.

Adapun Bisnis sudah mencoba menghubungi Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi untuk mengonfirmasi urgensi kenaikan HET beras SPHP. Namun hingga berita ini ditayangkan, Bisnis belum mendapat respons terkait penyesuaian HET tersebut.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Ni Luh Anggela
Editor : Leo Dwi Jatmiko
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper