Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pasokan Gas Tak Jelas, Investor Ancam Relokasi Pabrik ke India dan Vietnam

Pengusaha mengungkap investor mengancam memindahkan produksi industri keramik ke India dan Vietnam akibat susutnya pasokan gas bumi.
Ilustrasi pabrik keramik dan sanitaryware. Bloomberg/ Udit Kulshrestha.
Ilustrasi pabrik keramik dan sanitaryware. Bloomberg/ Udit Kulshrestha.

Bisnis.com, JAKARTA -- Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) mengungkap produksi industri keramik mulai terancam imbas pasokan gas bumi dari PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (PGAS) atau PGN yang mengalami gangguan.

Ketua Umum Asaki Edy Suyanto mengkhawatirkan gangguan pasokan gas bumi akan berdampak pada iklim investasi di Indonesia yang berpotensi terganggu akibat kebijakan-kebijakan tersebut. 

Pihaknya telah menerima keluhan dan kekecewaan dari salah satu produsen sanitarware terbesar di dunia yang telah membangun fasilitas produksi di Indonesia melengkapi 70 pabrik nya di seluruh dunia.

"Bahkan mereka mengancam akan mengalihkan investasi barunya ke India dan Vietnam. Kebijakan PGN merusak iklim berInvestasi dan ancaman PHK di depan mata," kata Edy, dikutip Sabtu (4/5/2024). 

Dia mengatakan susutnya pasokan gas PGN di wilayah Jawa Barat pada awal 2024 ini dalam tahap mengancam kelangsungan hidup industri. 

"Mulai Februari 2024 ini PGN memberlakukan kuota pemakaian gas alias AGIT [Alokasi Gas Industri Tertentu] dikisaran 60%-70% dengan alasan terjadi gangguan supply di hulu," terangnya. 

Untuk mempertahankan utilisasi produksi dan penjualan keramik, pengusaha industri terpaksa membayar lebih mahal dari Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) yang berlaku saat ini sebesar US$6 per MMBtu demi mempertahankan penjualan domestik dan ekspor. 

Adapun, harga gas yang dibayarkan yakni sebesar U$15 per MMBtu. Menurut Edy, kondisi ini berakibat pada penurunan daya saing industri dan tak mampu bersaing kompetitif di pasar regional maupun internasional.

Edy menerangkan kapasitas utilisasi produksi industri keramik secara nasional pada kuartal I/2024 sebesar 63% atau turun dari tahun 2023 sebesar 69%. Angka tersebut melanjutkan tren penurunan dari tahun 2022 sebesar 78%.

"Sudah jatuh tertimpa tangga, PGN pada saat yang bersamaan mengeluarkan pembatasan pemakaian gas dengan sistem kuota harian," tuturnya. 

Dia menilai kebijakan tersebut membuat industri keramik kesulitan mengatur rencana produksi. Bahkan, terpaksa harus mulai mengurangi beberapa lini produksi.

Sejumlah kebijakan yang diterapkan PGN telah dilaporkan pihaknya ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk segera dicarikan solusi. 

"Namun, PGN malah kembali mengeluarkan kebijakan baru berupa ancaman pemutusan atau pemberhentian supply gas sementara kepada Industri jika terbukti menggunakan gas di atas ketentuan AGIT dan kuota harian," jelasnya. 

Sebelumnya, emiten pelat merah PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (PGAS) atau PGN menerapkan kuota volume gas terhadap seluruh pelanggan di tengah pasokan gas bumi yang susut dari sejumlah lapangan di sisi hulu kontraktor kontrak kerja sama (KKKS).  

Sekretaris Perusahaan PGN Rachmat Hutama menerangkan keputusan itu diambil untuk menjaga realibilitas dan keselamatan jaringan gas yang berisiko tinggi. 

“PGN berupaya untuk melayani kebutuhan pelanggan seoptimal mungkin, tetapi dengan kondisi pasokan gas yang semakin menurun, maka kami sebagai penyalur gas di sisi hilir mengupayakan agar penyaluran gas bisa berkeadilan ke seluruh pelanggan,” kata Rachmat lewat siaran pers.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper