Bisnis.com, JAKARTA- Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) meyakini kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) untuk industri akan dilanjutkan oleh pemerintahan baru usai Presiden Joko Widodo (Jokowi) lengser.
Berdasarkan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 91/2023 tentang Pengguna Gas Bumi Tertentu dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Industri yang menyebut kebijakan tersebut berlaku hingga 2024.
Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) Edy Suyanto mengatakan pemerintahan baru nantinya diyakini akan melanjutkan program HGBT mengingat efek berganda dari insentif tersebut.
"Kami memiliki keyakinan bahwa Pemerintah baru yang terpilih akan melanjutkan kebijakan ekonomi Presiden Jokowi saat ini salah satunya adalah Perpanjangan Perpres No. 121/2020 tentang HGBT karena telah terbukti multiplier effectnya," kata Edy kepada Bisnis, Kamis (7/3/2024)
Dia menjelaskan bahwa HGBT mampu meningkatkan utilisasi kapasitas produksi keramik nasional dari 60% pada 2020 menjadi 78% pada 2023 dan ditargetkan meningkat 84% pada 2024.
Tak hanya itu, dari segi investasi baru yang masuk di sektor ini senilai Rp20 triliun untuk menambah kapasitas produksi sebesar 75 juta meter persegi yang dimulai sejak tahun 2021 dan ditargetkan selesai di tahun 2024 ini.
Baca Juga
Adapun, besaran volume ekspansi kapasitas produksi ini setara dengan 100% angka impor keramik per tahun. Di samping itu, ekspansi tersebut akan menyerap lebih dari 12.000 tenaga kerja.
"Bahkan, kontribusi pembayaran PPN dan PPh yang naik 30% dibanding sebelum pelaksanan HGBT. Juga kinerja ekspor trendnya membaik pasca HGBT," ujarnya.
Oleh karena itu, keseriusan pemerintah dengan melanjutkan kebijakan HGBT disebut telah terbukti efektif sebagai penggerak ekonomi dengan berbagai multiplier effect nya.
Kendati demikian, dalam penerapannya, Edy menuturkan HGBT belum optimal lantaran sejumlah faktor eksternal dari industri keramik di antaranya terkait dengan pemberlakuan Alokasi Gas Industri Tertentu (AGIT) dan gangguan supply gas dari PT Perusahaan Gas Nasional (PGAS).
"Dengan pembatasan saat ini pemakaian gas 65% untuk barat Jawa dan bagian timur Jawa 75%. Pemakaian gas di atas AGIT akan dikenakan harga gas yang sangat mahal yaitu US$15/MMbtu," terangnya.
Kendala tersebut membuat industri Keramik terpaksa mengurangi kapasitas produksi karena tingginya harga surcharge gas tersebut membuat produk keramik menjadi tidak berdaya saing.
Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB) menanti kepastian akan keberlanjutan kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT) atau harga gas murah untuk industri usai transisi pemerintahan.
Ketua Umum FIPGB Yustinus Gunawan mengatakan, apabila HGBT tidak berlanjut maka akan ada ancaman deindustrialisasi yang semakin nyata di Indonesia.
"HGBT membangun resiliensi industri pengolahan. Untuk itu, HGBT sangat dibutuhkan untuk menjaga resiliensi industri pengolahan menghadapi ketidakpastian ekonomi," kata Yustinus, dihubungi terpisah.