Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ada Apa Di Balik Beras?

Dunia pertanian kita kembali marak. Kali ini dipicu oleh aksi penggerebekan gudang milik PT Indo Beras Unggul (IBU) di Bekasi, anak perusahaan PT Tiga Pilar Sejahtera (TPS).
Warga memerlihatkan beras sejahtera (Rastra) yang busuk dan menggumpal di Desa Mandisari, Parakan, Temanggung, Jawa Tengah, Rabu (26/4)./Antara-Anis Efizudin
Warga memerlihatkan beras sejahtera (Rastra) yang busuk dan menggumpal di Desa Mandisari, Parakan, Temanggung, Jawa Tengah, Rabu (26/4)./Antara-Anis Efizudin

Mentan versus Mantan Mentan (3)

Bisnis.com, JAKARTA -Kisah penggerebekan gudang PT PT Indo Beras Unggul (IBU) di Bekasi, anak perusahaan  PT Tiga Pilar Sejahtera (TPS), terus berlanjut.  Ada yang menyayangkan aksi Tim Satgas Pangan, tetapi ada juga yang mendukung.

Berikut komentar Mentan Amran Sulaiman dan mantan Mentan Anton Apriyantono, yang kini menjadi Komisaris Utama dan Komisaris Independen PT Tiga Pilar Sejahtera (TPS).

A. Berikut ini  pernyataan Anton Apriyantono ((mengklarifikasi):

1. Itu fitnah besar, saya catat beberapa yang sudah saya tulis:

2. Varietas IR 64 itu varietas lama yang sudah digantikan dengan varietas yang lebih baru yaitu Ciherang kemudian diganti lagi dg Inpari, jadi di lapangan IR 64 itu sudah tidak banyak lagi. Selain itu, tidak ada yang namanya beras IR 64 yang disubsidi, ini sebuah kebohongan publik yang luar biasa. Yang ada adalah beras raskin, subsidi bukan pada berasnya tapi pada pembeliannya, beras raskin tidak dijual bebas, hanya untuk konsumen miskin.

3. Di dunia perdagangan beras dikenal yang namanya beras medium dan beras premium, SNI untuk kualitas beras juga ada, yang diproduksi Tiga Pilar Sejahtera sudah sesuai SNI untuk kualitas atas.

4. Kalau dibilang negara dirugikan, dirugikan dimana? Apalagi sampai bilang ratusan triliun. "Lah  wong omzet beras TPS saja hanya 4 T per tahun." Lagi-lagi, kapolri melakukan kebohongan publik. Apa gak takut azab akherat ya?

5. Mengenai tuduhan menjual di atas HET (Harga Eceran Tertinggi), ini tidak bijak karena:

– SK Mendag mengenai HET beras baru ditandatangani dan berlaku 18 Juli 2017, sementra itu  20 Juli 2017 sudah diterapkan ke PT IBU saja (dengan digerebek dan disegel), tidak kepada yang lain dan tidak diberikan waktu untuk melakukan penyesuaian.

– HET Beras Rp 9000 itu terlalu rendah karena harga rata-rata beras saja sudah diatas 10.000, perlu dievaluasi lagi, selain itu tetap harus dibedakan antara beras medium dan beras premium karena kualitasnya berbeda.

6. Mengenai kandungan gizi, ada ketidakpahaman membedakan antara kandungan gizi dengan angka kecukupan gizi.

7. Satu lagi, pemberitaan menyimpan 3 juta ton beras atau membeli beras 3 juta ton beras, itu jelas ngawur karena kapasitas terpasang seluruh pabrik TPS hanya 800 ribu ton

B.Berikut ini isi penjelasan Amran Sulaiman (dikutip dari keterangan tertulis Kementerian Pertanian):

1. Masalah hukum PT IBU diserahkan pada penegak hukum, produksi pangan menjadi tanggung jawab Kementerian Pertanian dengan seluruh stakeholdersnya, dan disparitas harga ditangani oleh Satgas Pangan (Polri, Kemendag, Kementan, Kemendagri, Kemen BUMN/ BULOG, KPPU).

2. Ada dua jenis subsidi terkait beras, yaitu subsidi input dan subsidi output. Subsidi output berupa subsidi harga beras atau biasa disebut beras sejahtera (Rastra) untuk rumah tangga sasaran (pra sejahtera) yang besarannya sekitar Rp 19,8 triliun yang pendistribusiannya satu pintu melalui Bulog

3. Subsidi input terkait beras, berupa subsidi benih sekitar Rp 1,3 triliun dan subsidi pupuk Rp 31,2 triliun. Selain subsidi input, pemerintah juga memberikan bantuan pupuk, benih, pestisida, asuransi pertanian, alat mesin pertanian dan jaringan irigasi kepada petani yang besarnya puluhan triliun.

4. Beras yang ditemukan di Bekasi berasal dari gabah Varietas Unggul Baru (VUB), di antara varietas IR 64 yang turunannya antara lain: Ciherang, Mekongga, Situ Bagendit, Cigeulis, Impari, Ciliwung dan Cibogo. Total VUB yang digunakan petani sekitar 90% dari luas panen padi 15,2 juta hektar setahun.

5. Kesukaan petani terhadap varietas ini sangat tinggi, sehingga setiap akan mengganti varietas baru selalu diistilahkan dengan "IR 64" baru. Akibatnya seringkali diistilahkan varietas unggul baru itu adalah sejenis IR. Apapun varietasnya, petani umumnya menyebutnya benih jenis IR.

6. Hampir seluruh beras kelas medium dan premium itu berasal dari gabah varietas Varietas Unggul Baru (VUB) yang diproduksi dan dijual petani kisaran Rp3.500 -- Rp4.700/kg gabah. Gabah diolah/digiling menjadi beras di petani berkisar Rp 6.800 -- Rp7.000/kg dan petani menjual beras berkisar Rp 7.000/kg dan penggilingan/Pedagang kecil menjual Rp. 7.300/kg ke Bulog (HPP Beras).

7. Terkait dengan perusahaan yang diperkirakan membeli gabah/beras jenis varietas VUB dari petani, penggilingan, pedagang, selanjutnya dengan prosessing/ diolah menjadi beras premium dan dijual dalam kemasan 5 kg atau 10 kg ke konsumen harga Rp 23.000-26.000/kg. Menurut hitungan Kementan terdapat disparitas harga beras premium antara harga ditingkat petani dan konsumen berkisar 300%.

8. Berdasarkan temuan di beberapa supermarket harga beras, cap Ayam Jago jenis pulen wangi super dan pulen wangi Giant Cilandak, Jakarta Selatan masing-masing Rp 25.380 per kg dan Rp 21.678 per kg. Supermarket Kemayoran, Jakarta Utara Rp 23.180 per kg. Kemudian di Malang Town Square, ayam jago beras pulen wangi super mencapai Rp 26.305 per kg.

9. Sementara dijumpai perusahaan lain membeli gabah ke petani dengan harga yang relatif sama, diproses menjadi beras medium dan dijual harga normal medium rerata Rp10.519/kg beras. Kementan memperkirakan disparitas harga beras medium ini di tingkat petani dan konsumen Rp3.219/kg atau 44%.

10. Untuk diketahui nilai ekonomi bisnis beras ini secara nasional Rp 10.519/kg x 46,1 juta ton (atau setara 41,6 miliar kg) mencapai Rp 484 triliun. Diperhitungkan untuk memproduksi beras tersebut biaya petani Rp 278 triliun dan memperoleh marjin Rp 65,7 triliun. Adapun pada sisi hilir, konsumen membeli beras kelas medium rerata saat ini Rp10.519/kg setara Rp 484 triliun, dan bila konsumen membeli beras premium, maka angkanya jauh lebih tinggi lagi. Sementara pedagang perantara atau middleman setelah dikurangi biaya proses, pengemasan, gudang, angkutan dan lainnya Kementan memperkirakan memperoleh marjin Rp133 triliun.

10. Melihat kesenjangan profit marjin antara pelaku ini tidak adil, dimana keuntungan produsen petani  Rp65,7 triliun ini bila dibagi kepada 56,6 juta anggota petani padi (data BPS diolah), maka setiap petani hanya memperoleh marjin Rp1 juta -- Rp2 juta per tahun, sementara setiap pedagang (middleman ) secara rata-rata memperoleh Rp133 triliun dibagi estimasi jumlah pedagang 400.000 orang, sehingga rata-rata per orang Rp300-an juta per pedagang. Keuntungan tersebut adalah rata-rata, ada yang mendapat keuntungan sangat besar, ada yang mendapat keuntungan sangat kecil. Satgas pangan menginginkan keuntungan terdistribusi secara adil dan proporsional kepada petani, pedagang beras kecil dan melindungi konsumen.

12. Hitungan keekonomian secara nasional dari bisnis beras premium/khusus: bila diketahui marjin minimal Rp10.000/kg dikalikan total beras premium yang beredar diperkirakan 1,0 juta ton (atau 1 miliar kg), ditaksir 2,2% dari produksi beras nasional  45 juta ton setahun, maka disparitas keekonomian sekitar Rp10 triliun. Bagaimana kalau hal ini terjadi selama beberapa tahun yang lalu?

13. Pemerintah membeli gabah sesuai HPP untuk melindungi petani saat harga jatuh dan membeli gabah di atas HPP oleh BULOG dengan pola komersial. Pemerintah mendorong agar harga lebih bagus sehingga menguntungkan petani.

14. Komoditas beras termasuk barang pokok yang diatur dan diawasi pemerintah berdasarkan Perpres No. 71/2015 tentang penetapan dan penyimpanan barang kebutuhan pokok dan barang penting. Permendag 63/2016, Permendag No. 27/2017 dan Permendag No. 47/2017 mengatur harga acuan bawah untuk melindungi petani dan harga acuan atas untuk melindungi konsumen.

15. Terkait dengan kasus PT.IBU saat ini sedang dalam proses penyidikan aparat hukum, marilah kita menghormati proses hukum tersebut. Kita berharap penanganan permasalahan ini berdampak positif menciptakan ekonomi yang berkeadilan, meningkatkan kesejahteraan petani, tidak merugikan konsumen dan kondusif bagi kestabilan ekonomi nasional.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Martin Sihombing

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper