Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ada Apa Di Balik Beras?

Dunia pertanian kita kembali marak. Kali ini dipicu oleh aksi penggerebekan gudang milik PT Indo Beras Unggul (IBU) di Bekasi, anak perusahaan PT Tiga Pilar Sejahtera (TPS).
Menteri Pertanian Amran Sulaiman (kedua kiri) bersama Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita (tengah) meninjau Pasar Induk Beras Cipanang di Jakarta, Kamis (13/4)./JIBI-Dedi Gunawan
Menteri Pertanian Amran Sulaiman (kedua kiri) bersama Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita (tengah) meninjau Pasar Induk Beras Cipanang di Jakarta, Kamis (13/4)./JIBI-Dedi Gunawan

Pejabat Kementan vs Pejabat TPS? (4)

Bisnis.com, JAKARTA - Saat berita penggerebekan gudang PT IBU muncul, saya langsung mengirim pertanyaan melalui whatssap kepada salah satu pejabat di Kementerian Pertanian. "Benar itu beras subsidi?" tanya saya.

Pasalnya, Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman ngotot bahwa IR 64 merupakan beras subsidi. Ada  subsidi input dan subsidi output. Untuk subsidi output, nilainya mencapai Rp 19,8 triliun. Subsidi tersebut berbentuk beras yang telah dimurahkan harganya dengan sasaran keluarga prasejahtera.

Sementara itu, subsidi input adalah subsidi berbentuk bantuan bagi petani. Misalnya, subsidi benih senilai Rp 1,3 triliun serta subsidi pupuk Rp 31,2 triliun. Ada pula bentuk-bentuk bantuan lain seperti alat pertanian, pestisida, asuransi pertanian, dan jaringan irigasi yang bernilai puluhan triliun rupiah. Lalu, saya dikirimkan pernyataan Kepala Subbidang Data Sosial-Ekonomi pada Pusat Data dan Sistem Informasi, Ana Astrid.

1. Kepala Subbidang Data Sosial-Ekonomi pada Pusat Data dan Sistem Informasi, Ana Astrid.

Ana  menjelaskan  beras subsidi dimulai saat proses memproduksi beras tersebut. Terdapat subsidi input yaitu subsidi benih Rp 1,3 triliun dan subsidi pupuk Rp 31,2 triliun. Ditambah bantuan sarana dan prasarana bagi petani dari pemerintah yang nilainya dikatakan mencapai triliunan rupiah.

"Di luar subsidi input, ada juga subsidi beras sejahtera (Rastra) untuk rumahtangga sasaran (pra sejahtera) sekitar Rp 19,8 triliun yang distribusinya satu pintu melalui BULOG, dan tidak diperjualbelikan di pasar," jelas Ana.

Padi varietas IR64 dikatakan merupakan salah satu benih dari Varietas Unggul Baru (VUB), diantara varietas Ciherang, Mekongga, Situ Bagendit, Cigeulis, Impari, Ciliwung, Cibogo dan lainnya.  VUB ini total digunakan petani sekitar 90 persen dari luas panen padi 15,2 juta hektar setahun.

“Memang benih padi varietas IR64 cukup lama populer sejak tahun 80-an, sehingga sering menjadi sebutan tipe beras, dengan ciri bentuk beras ramping dan tekstur pulen, masyarakat sering menyebut beras IR, meskipun sebenarnya varietas VUB nya beda-beda, bisa Ciherang, Impari dan lainnya” ungkap Ana.

Kesukaan petani terhadap IR64 ini sangat tinggi, sehingga setiap akan mengganti varietas baru selalu diistilahkan dengan IR64 baru. Akibatnya seringkali diistilahkan varietas unggu baru itu adalah sejenis IR.  Apapun varietasnya yang sebagian petani menyebut benih jenis IR.

“Seluruh beras medium dan premium itu kan berasal dari gabah varietas Varietas Unggul Baru (VUB) yaitu IR64, Ciherang, Mekongga, Situ Bagendit, Cigeulis, Impari, Ciliwung, Cibogo dan lainnya yang diproduksi dan dijual dari petani kisaran Rp 3.500-4.700 per kilogram gabah," terang Ana.

Dari hal ini, menurut Ana, PT IBU diketahui membeli gabah/beras jenis varietas VUB dan harga beli dari petani relatif sama. Selanjutnya diolah menjadi beras premium dan dijual ke konsumen dengan harga tinggi. 

Ini yang menyebabkan disparitas harga tinggi, marjin yang perusahaan peroleh tinggi bisa hingga 100%. "Mereka memperoleh marjin di atas normal profit, sementara petani menderita dan konsumen menanggung harga tinggi," tutur dia.

Sementara perusahaan lain membeli gabah ke petani harga yang sama dan diproses menjadi beras medium dengan harga normal medium.

Ana menegaskan negara dirugikan akibat perilaku seperti ini. Kerugian pertama, uang negara dibelanjakan untuk membantu produksi petani, tetapi petani tidak menikmati. 

Produk dari petani diolah perusahaan sedemikian rupa menjadi premium dan dijual harga tinggi kepada konsumen. Tidak ada distribusi keuntungan wajar antar pelaku.

 

2. Direktur dan Juru Bicara PT TPS (emiten berkode saham AISA), Jo Tjong Seng

PT Indo Beras Unggul (IBU) membeli gabah dari petani di daerah Bekasi, Subang dan Banten di harga Rp 4.900 per kilogram (kg). Harga itu lebih tinggi dari HPP gabah kering panen (GKP) yang ditentukan pemerintah sebesar Rp 3.700 per kg.

Dengan harga tersebut, PT IBU dituding telah melakukan oligopoli dan monopoli. Oligopoli maksudnya PT IBU dianggap menguasai penyerapan gabah di wilayah Bekasi, Subang, dan Banten. Sedangkan monopoli, PT IBU dianggap menguasai pangsa pasar penjualan beras.

Menurut pihak PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk  tudingan kepada perusahaannya  tidak masuk akal. Jo Tjong Seng menjelaskan kapasitas pabrik penggilingan PT IBU di Bekasi cuma 8% dari total potensi panen di daerah Bekasi, Subang dan Banten.

"Kapasitas penggilingan kami  8% dari potensi daerah sekitar pabrik kami di Bekasi. Kami serap sebagian kecil dari panen yang ada, logika ini tidak mungkin penggilingan lain tidak kebagian," kata Jo.

Pihaknya juga dituding memonopoli penjualan produk beras. Jo kembali membantah dengan menyebut pangsa pasar mereka hanya di bawah 1% dari total konsumen beras secara nasional 3 juta ton per bulan.  "Ini menurut pemahaman kami masih jauh dengan membandingkan pangsa pasar dan total konsumsi nasional," tegas Jo.

PT Dunia Pangan,  anak usaha AISA, yang menangani bisnis beras dan membawahi PT IBU.

Presiden Direktur Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk, Joko Mogoginta memandang dalam kasus tersebut banyak pihak yang tidak mengerti akan kasus tersebut. Ini merugikan perusahaan karena mencoreng merek beras yang dimiliki yakni Maknyuss dan Cap Ayam Jago.

"Kami ingin beritanya terang benderang, karena kasian ini masyarakat yang tidak tahu," tutur Joko.

Stefanus menegaskan TPS  selalu menjunjung tinggi azas kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku dan  menjamin baik TPS Food maupun seluruh entitas usahanya selalu mengikuti perizinan yang berlaku.

"Namun apabila ada yang kurang kami perusahaan siap untuk dibina, ditegur, diberi tahu. Kami sangat terbuka sangat transparansi," tukasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Martin Sihombing

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper