Bisnis.com, JAKARTA - Peran rantai pendingin dalam distribusi produk segar kini diadang oleh bahan pengawet makanan.
Asosiasi Rantai Pendingin Indonesia mengakui infrastruktur cold chain nasional saat ini hanya mampu mendukung 30% kebutuhan. Food losses nasional saat ini masih tinggi, yakni 40%, bahkan mencapai 50% saat peak season.
Situasi itu dilematis saat masyarakat memanfaatkan bahan pengawet pangan berbahaya dan jenis plastik pembungkus pangan yang tidak food grade di pasar tradisional.
"Pengawetan dengan formalin sesaat dapat memperpanjang masa jual produk segar, tetapi tetap mengalami penyusutan bobot 10% selain berbahaya bagi kesehatan. Persentase food losses tertinggi ada pada rantai pasar tradisional, yaitu 20%-25%, lainnya pada pasca panen dan distribution center sebesar 15%," kata Ketua Umum ARPI Hasanuddin Yasni melalui siaran pers pada Minggu (2/7/2017).
Negara maju yang peduli akan pangan sehat, sambung Hasan, perlahan telah meninggalkan menu siap saji yang sarat dengan pemakaian bahan-bahan pengawet lain, seperti pewarna dan wrapping. Masyarakat setempat kembali ke healthy kitchen dengan produk segar yang organik ataupun aeroponik (tanpa pemakaian pestisida yang berbahaya).
Penerapan cold chain system di negara-negara maju terbukti dapat menekan besaran food losses hanya menjadi sekitar 5%.
"Untuk itu, diperlukan regulasi-regulasi terkini dalam mencegah pemakaian bahan pengawet berbahaya tersebut. Tinggal bagaimana mengedukasi produsen, pedagang pengumpul, distributor, pasar, retailer, dan pengawas penerapan kebijakan [regulasi], akan pentingnya penerapan sistem rantai pendingin tersebut yang menghasilkan pangan sehat bernutrisi baik," ujar Hasan.