Bisnis.com, JAKARTA — Permasalahan kuantitas dan kualitas bahan baku masih menghambat perkembangan industri penyamakan kulit.
Ketua Asosiasi Penyamak Kulit Indonesia Sutanto Haryono mengatakan kualitas bahan mentah yang rendah membuat produk kulit Indonesia sulit masuk ke pasar ekspor.
Dia menjelaskan sampai saat ini industri pemotongan ternak tidak memberikan perlakuan khusus pada kulit pasca-pemotongan seperti pengawetan atau pendinginan.
Permasalahan kualitas bahan mentah membuat mayoritas kulit produksi industri domestik tidak bisa memenuhi standar internasional yang ditatapkan oleh industri sepetu dan tas di luar negeri atau yang berlokasi di dalam negeri dengan orientasi ekspor.
“Seharusnya sejak dipotong sampai masuk pabrikan itu ada proses perawatan untuk menghambat perusakan oleh bakteri selama mungkin. Akibatnya banyak cacat dan ketika diseleksi mutunya turun. Banyak cacat yang semestinya bisa dihindari,” kata Sutanto kepada Bisnis, Rabu (30/11/2016).
Dia memperkirakan pengusaha pemotongan ternak tidak memberikan memberikan perlakuan khusus pada kulit karena enggan mengeluarkan biaya tambahan. Di sisi lain, permintaan yang lebih besar dari pasokan membuat kulit berkualitas rendah tetap laris diburu industri.
“Saya melihat ini adalah kebiasaan, mereka sudah biasa seperti itu. Intinya buat pemotong ternak, dibiarkan saja sudah laku,” kata Sutanto.
Direktur Industri Tekstil, Alas Kaki, dan Aneka, Kementerian Perindustrian, Muhdori mengatakan daya saing alami industri penyamakan kulit Indonesia sebetulnya sangat kuat karena jenis sapi bengala, yang banyak ditemui di Indonesia, memiliki kulit berkualitas terbaik.
Dia mengatakan Kemenperin akan bekerjasama dengan pelaku industri penyamakan kulit dan instansi terkait lain untuk mencari solusi soal permasalahan kualitas bahan mentah.
“Salah satu usulan dari pelaku industri penyamakan kulit adalah memberikan insentif kepada industri pemotongan ternak agar kualitas kulit mentah bisa lebih baik,” kata Muhdori.