Cari berita
Bisnis.com

Konten Premium

Bisnis Plus bisnismuda Koran Bisnis Indonesia tokotbisnis Epaper Bisnis Indonesia Konten Interaktif Bisnis Indonesia Group Bisnis Grafik bisnis tv

Relaksasi Permentan Berakhir, Industri Kembali Sulit Impor Kakao

Relaksasi hanya berlaku enam bulan dan aturan sertifikasi kembali berlaku pada Oktober 2016.
Demis Rizky Gosta
Demis Rizky Gosta - Bisnis.com 22 November 2016  |  20:15 WIB
Relaksasi Permentan Berakhir, Industri Kembali Sulit Impor Kakao
Kakao - Bisnis/Paulus Tandi Bone

Bisnis.com, JAKARTA – Impor bahan baku industri cokelat kembali terhambat seiring pemberlakuan kembali persyaratan uji laboratorium untuk pangan segar.

Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI) Sindra Wijaya mengatakan produsen pengolahan biji kakao di Indonesia kesulitan mengimpor biji kakao karena kebijakan Kementerian Pertanian.

Kementan mewajibkan pangan segar yang diimpor ke Indonesia, termasuk Indonesia, telah melalui pemeriksaan laboratorium di negara asal. Laboratorium di negara asal harus mengantongi sertifikat dari Badan Karantina Pertanian Kementan.

Ketentuan tersebut membuat produsen pengolahan kakao tidak bisa mengimpor biji kakao dari Pantai Gading dan Ghana yang belum memiliki fasilitas laboratorium yang diinginkan Kementan.

“Industri enggak bisa impor jadi kemungkinannya tahun ini akan turun lagi. Jadi ada Permentan ini selain dihambat produksinya turun terus,” kata Sindra, Selasa (22/11/2016).

Aturan dalam Peraturan Menteri Pertanian no. 5/2015 tersebut sebetulnya telah direlaksasi melalui Permentan no. 13/2016. Permasalahannya relaksasi hanya berlaku enam bulan dan aturan sertifikasi kembali berlaku pada Oktober 2016.

Sindra mengharapkan Kementan mengecualikan kakao dari aturan uji laboratorium tersebut untuk menjaga pasokan bagi industri cokelat yang utilisasi kapasitas produksinya sudah merosot hingga 50%.

Kementerian Perindustrian, Willem Petrus Riwu mengatakan utilisasi yang sudah merosot hingga 50% menunjukkan industri pengolahan kakao sudah sangat tertekan.

Pada level produksi tersebut, jelasnya, perusahaan hanya meneruskan produksi untuk menutup biaya operasional tetap seperti tenaga kerja atau listrik.

“Solusinya produksi kakao harus ditingkatkan dan selama produksinya belum cukup tolong impor jangan dihambat. Jika mereka enggak produksi tenaga kerjanya bagaimana?” kata Willem.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini, di sini :

kakao cokelat
Editor : Fatkhul Maskur

Artikel Terkait



Berita Lainnya

    Berita Terkini

    back to top To top