Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perubahan Cuaca Pengaruhi Ketahanan Pangan

Bumi tengah menghadapi perubahan cuaca yang dapat mempengaruhi ketahanan pangan. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika melaporkan petani kesulitan untuk membaca iklim sehingga banyak petani yang gagal panen karena waktu tanam tidak tepat. Terjadinya gagal panen akan mengurangi ketersediaan pangan.
Bumi tengah menghadapi perubahan cuaca yang dapat mempengaruhi ketahanan pangan. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika melaporkan petani kesulitan untuk membaca iklim sehingga banyak petani yang gagal panen karena waktu tanam tidak tepat./Bisnis
Bumi tengah menghadapi perubahan cuaca yang dapat mempengaruhi ketahanan pangan. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika melaporkan petani kesulitan untuk membaca iklim sehingga banyak petani yang gagal panen karena waktu tanam tidak tepat./Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA -  Bumi tengah menghadapi perubahan cuaca yang dapat mempengaruhi ketahanan pangan. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika melaporkan petani kesulitan untuk membaca iklim sehingga banyak petani yang gagal panen karena waktu tanam tidak tepat. Terjadinya gagal panen akan mengurangi ketersediaan pangan.

Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Bappenas Endah Murniningtyas mengatakan pemerintah akan melaksanakan rencana aksi adaptasi perubahan cuaca di 15 area yang rentan  diantaranya di dua provinsi yaitu Sumatra Utara dan Jawa Timur.

“Bagaimana kemudian dari ilmu pengetahuan dibahasakan dengan mudah, dikomunikasikan dengan komunitas seperti petani dan seterusnya,” katanya, di Jakarta, Selasa (15/3/2016).

Perubahan iklim juga dirasakan oleh nelayan karena naiknya suhu air laut. Hal itu menganggu produksi sumber daya laut. Nelayan juga tidak dapat melaut sebab sulit untuk mengetahui waktu yang tepat untuk menangkap ikan.

Upaya aksi nyata pada masyarakat juga didorong oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan menargetkan 2.000 kampung di Indonesia untuk diubah menjadi Kampung Iklim hingga 2019.

Sebelumnya, Endah menyampaikan pemerintah akan menggali lebih dalam potensi nilai ekonomi hayati. Potensi nilai ekonomi hayati berasal dari biomasa pangan sebesar 42,7% dengan nilai total Rp1.334 triliun, disusul oleh sumber kayu dan hasil hutan bukan kayu sebesar 34,5%. Sementara, jasa kultural wisata keindahan alam hanya 0,02% dan hayati sebagai sumber bahan obat, kesehatan dan kosmetika sebesar 0,1%.

“Untuk mendukung pertumbuhan ekonomi diperlukan kualitas lingkungan hidup dan menggali potensi baru sumber daya alam,” ujarnya.

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Veronika Yasinta
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper