Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Peta Jalan Industri Hasil Tembakau Berpotensi Perbesar Impor

Wakil Kepala Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Jakarta Abdillah Ahsan mengatakan peta jalan industri hasil tembakau 2015-2020 Kementerian Perindustrian berpotensi membuka keran impor tembakau semakin besar.
Peta jalan industri hasil tembakau 2015-2020 Kementerian Perindustrian berpotensi membuka keran impor tembakau semakin besar./JIBI
Peta jalan industri hasil tembakau 2015-2020 Kementerian Perindustrian berpotensi membuka keran impor tembakau semakin besar./JIBI

Bisnis.com, JAKARTA -- Wakil Kepala Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Jakarta Abdillah Ahsan mengatakan peta jalan industri hasil tembakau 2015-2020 Kementerian Perindustrian berpotensi membuka keran impor tembakau semakin besar.

"Kementerian Perindustrian menetapkan pertumbuhan produksi rokok pada kisaran lima persen hingga 7,4 persen. Produksi daun tembakau dalam negeri tidak akan bisa memenuhi. Pasti akan impor," kata Abdillah Ahsan di Jakarta, Senin (21/12/2015).

Abdillah mengatakan produksi daun tembakau di Indonesia saat ini stagnan atau cenderung tetap. Lahan pertanian tembakau sudah tidak mungkin bisa bertambah, sementara pemerintah menetapkan peta jalan industri hasil tembakau yang terus meningkat.

Karena itu, bila pertumbuhan industri hasil tembakau dibiarkan terus meningkat, maka bisa dipastikan tembakau impor akan masuk ke Indonesia. Di sisi lain, hal itu akan mengancam petani tembakau lokal.

"Saat ini saja, 60 persen kebutuhan industri hasil tembakau dipenuhi dari impor. Tembakau lokal hanya mampu memasok 40 persen kebutuhan industri. Karena itu, peta jalan industri hasil tembakau sangat berpotensi membuka keran impor tembakau," tuturnya.

Berdasarkan perhitungan Abdillah, pada 2015 total kebutuhan tembakau mencapai 434.753,27 ton. Dengan pertumbuhan produksi rokok lima persen hingga 7,4 persen sesuai dengan peta jalan, maka kebutuhan tembakau setiap tahun akan meningkat menjadi 461.114,96 ton (2016), 490.366,79 ton (2017), 522.870,26 ton (2018), 559.034,52 ton (2019) dan 599.322,92 ton (2020).

"Produksi tembakau Indonesia saat ini hanya di kisaran 200.000-an ton. Tidak pernah mencapai 270.000 ton. Kekurangannya otomatis akan ditutup dari impor. Tanaman tembakau itu tanaman endemik yang tidak bisa ditanam secara massal di Indonesia," katanya.

Abdillah Ahsan menjadi salah satu pembicara dalam acara "Kaleidoskop Pengendalian Konsumsi Rokok: Quo Vadis FCTC?" yang diadakan Lembaga Demografi Universitas Indonesia di Jakarta.

Selain Abdillah, pembicara lainnya adalah guru besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Prof Emil Salim, pengurus Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Widyastuti Soerojo dan National Proffesional Officer for Tobacco Free Initiative WHO Indonesia Dina Kania.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Martin Sihombing
Sumber : ANTARA
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper