Bisnis.com, JAKARTA – Pelaku industri pengemasan memperkirakan pertumbuhan tahun ini hanya berkisar 5% dari nilai tahun lalu yang mencapai Rp75 triliun, akibat dampak negatif dari kondisi ekonomi global.
Direktur Eksekutif Federasi Pengemasan Indonesia Henky Wibawa mengatakan bahwa penurunan paling terasa pada kuartal kedua dan ketiga tahun ini akibat nilai tukar yang tidak stabil serta penurunan pemesanan dari industri pengguna kemasan yang juga lesu.
“Bisa dibilang ini imbas krisis yang berlanjut dari 2014. Konsumen lebih mengutamakan kebutuhan primer. Jadi berdampak juga ke sini [industri pengemasan],” jelasnya kepada Bisnis.com, Selasa (1/12/2015).
Perlambatan pada industri pengemasan mulai terasa sejak 2014 yang hanya tumbuh 6%, dibanding tahun-tahun sebelumnya yang bisa tumbuh 9%-10%. Dia mengatakan bahwa penurunan pesanan dari sektor makanan dan minuman paling berdampak sebab sektor tersebut berkontribusi sebesar 60% dari keseluruhan hasil produksi industri pengemasan.
Dia menjelaskan bahwa situasi sedikit membaik pada kuartal keempat. Menurutnya, hal tersebut disebabkan oleh nilai tukar rupiah terhadap dolar yang sudah stabil serta adanya pemesanan baru akibat stok yang sudah menipis dari industri pengguna kemasan.
“Kalau nilai tukar rupiah itu tidak stabil, parah sekali dampaknya bagi industri. Apa lagi kami bahan bakunya untuk plastik lebih 50% impor, itu sangat terasa,” jelasnya.
Meski demikian, dia mengatakan bahwa kenaikan tersebut tidak signifikan dalam memperbaiki kinerja. “Kalau dilihat memang tidak terlalu besar kuartal keempat ini. Respons pasar masih belum terlalu bagus. Akhir November mulai jatuh lagi,” katanya.