Bisnis.com, JAKARTA – Pelaku industri pengemasan pesimistis target pertumbuhan tahun ini sebesar 8% dapat tercapai dengan turunnya permintaan serta nilai tukar rupiah yang mengerek ongkos produksi.
Direktur Pengembangan Bisnis Federasi Pengemasan Indonesia Ariana Susanti memperkirakan pertumbuhan hanya berkisar 3%-4% dari tahun lalu yang mencapai Rp70 triliun.
“Kuartal ketiga ini memang turun karena kinerja industri yang menggunakan [kemasan] juga menurun. Ini sudah selesai September dan tidak ada tanda-tanda pertumbuhannya tinggi. Ya, 3% juga masih untung,” ujarnya usai acara pembukaan pameran mesin pengemasan All Pack Indonesia, Rabu (30/9/2015).
Dia menjelaskan bahwa selama ini pemilik merek yang membutuhkan kemasan mengontrak pemesanan untuk jangka waktu minimal satu tahun. Namun dengan lesunya konsumsi pasar domestik, pelaku industri tersebut menurunkan produksi dan berdampak pada kontrak pada industri pengemasan yang saat ini hanya dipesan untuk jangka waktu tiga bulan hingga enam bulan.
“Biasa brand owner pesannya jangka panjang, sudah ditentukan harga. Tapi dengan nilai tukar seperti ini kan perlu penyesuaian. Dulu kami berani stok bahan baku karena akan dipesan lagi. Sekarang karena dolar fluktuatif, tidak berani lagi,” ujarnya.
Dia mengatakan saat ini masih banyak bahan baku yang diimpor seperti biji plastik yang 50% diimpor, kaleng dengan standar tertentu. Adapun bahan baku yang tersedia sepenuhnya di dalam negeri seperti kertas dinilai masih mahal.
Selain itu, masih banyak juga pesanan kemasan yang lari keluar negeri. Misalnya seperti kemasan premium maupun jenis produk lain yang dipesan dalam jumlah yang sedikit.
“Mesin kita pada umumnya memang untuk yang produksi dalam jumlah banyak, misalnya untuk minimal pemesanan 500.000 unit, yang dibutuhkan hanya 20.000 unit. Tidak sesuai dengan modal yang dikeluarkan,” ujarnya.
Ditambah lagi dengan mahalnya biaya logistik dan distribusi yang bisa memakan biaya produksi hingga 40%. Jika dibandingkan dengan negara sekawasan seperti Singapura, Malaysia dan Thailand, ongkos logistik hanya berkisar 12%. Akibatnya, konsumen pengemasan menurunkan porsi biaya untuk spesifikasi kemasan seperti penggunaan varian warna.