Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

MTI: Pemerintah Perlu Tinjau Ulang Tarif KA Ekonomi

Masyarakat Transportasi Indonesia menyarankan pemerintah harus meninjau kembali tarif kereta api kelas ekonomi yang ditetapkan oleh penyelenggara sarana perkeretaapian.
Penumpang kereta api.
Penumpang kereta api.

Bisnis.com, JAKARTA—Masyarakat Transportasi Indonesia menyarankan pemerintah harus meninjau kembali tarif kereta api kelas ekonomi yang ditetapkan oleh penyelenggara sarana perkeretaapian.

Hal ini terkait adanya lanjutan pemberian Public Service Obligation (PSO) oleh pemerintah untuk kereta api kelas ekonomi. Pemberian PSO itu diperkuat dalam Peraturan Presiden No. 124/2015 tentang perubahan atas Perpres No. 53/2012 tentang Kewajiban Pelayanan Publik dan Subsidi Angkutan Perintis di bidang Perkeretaapian, Biaya Penggunaan Prasarana Perkeretaapian Milik Negara, serta Perawatan dan Pengoperasian Prasarana Perkeretaapian Milik Negara yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 30 Oktober 2015.

Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Danang Parikesit menyarankan pemerintah perlu meninjau kembali kebijakan tarif ekonomi tersebut disetiap segmen pelayanan KA. Melalui lembaga independen seperti lembaga survei atau perguruan tinggi, pemerintah bisa membuat laporan lebih lanjut mengenai anggapan masyarakat yang belum mampu membeli tiket apabila PSO ditiadakan.

“Yang dinamakan kemampuan membayar harus terus menerus di review. Pilihan menghapus atau tidak itu lebih ke kebijakan. Kalau pendapat saya lebih baik tarif dinaikkan tetapi pelayanan meningkat dengan kualitas layanan yang lebih baik juga,” ungkapnya, Minggu (22/11/2015).

Menurut Studi Pustral Universitas Gajah Mada (UGM) telah memperlihatkan bahwa penumpang KA ekonomi sebenarnya mau membayar lebih tinggi untuk kualitas yang lebih baik. Hal ini tentu harus diberitahukan atau layak dilakukan uji coba lebih dulu agar tidak salah dalam mengambil kebijakan selanjutnya.

“Kerjasama yang dilakukan Kemenhub dengan Universitas Leeds terkait pengujian kebijakan dengan decision support system tetap memerlukan data input tentang persepsi pengguna apabila ingin hasil yang sesuai dengan yang diharapkan,” terangnya.

Tidak hanya itu, menurut Danang, pemerintah perlu juga meninjau kembali tentang struktur biaya yang ditetapkan pemerintah agar lebih rasional lagi termasuk soal biaya penggunaan prasarana perkeretaapian/Track Accsess Charge (TAC) dan Pemasukan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang sebenarnya bisa ditransfer biayanya ke tarif.

“PP tentang PNBP dan PMK tentang PSO juga harus dilihat lagi kemanfaatannya dalam 1 tahun ke depan ini. Formulanya masih terlalu rigid sehingga menyulitkan proses audit. Kedepan bukan lagi input based tapi harus output based, sehingga inovasi dan efisiensi operator bisa terjadi,” tegasnya.

Perlu diketahui, dalam rangka menjamin keberlangsungan dan percepatan penyelenggaraan pelaksanaan kewajiban pelayanan publik dan angkutan perintis di bidang perkeretaapian akhirnya pemerintah memutuskan melanjutkan pemberian PSO untuk tarif KA Ekonomi. Dalam hal ini, disebutkan masyarakat dinilai belum mampu membayar tarif yang ditetapkan oleh penyelenggarana sarana perkeretaapian yang akhirnya membuat Menteri Perhubungan berkoordinasi dengan Menteri Keuangan untuk menetapkan tarif angkutan penumpang kelas ekonomi.

Bunyi Pasal 2 ayat (3) dalam Perpres tersebut adalah “Selisih antara tarif yang ditetapkan oleh Menteri (Perhubungan, red) dengan tarif yang ditetapkan oleh penyelenggara sarana perkeretaapian menjadi tanggung jawab pemerintah dalam bentuk  menyelenggarakan Kewajiban Pelayanan Publik (Public Service Obligation)”. Penugasan kepada BUMN sebagai penyelenggara sarana perkeretaapian untuk menyelenggarakan Kewajiban Pelayanan Publik/PSO itu ditetapkan paling lambat 90 (sembilan puluh) hari sebelum berakhirnya tahun anggaran.

Pembayaran Kurang

Pasal 26A dalam Perpres tersebut menyebutkan, dalam hal hasil pemeriksaan terhadap penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik, bahwa Pemerintah telah membayar lebih besar kepada badan penyelenggara, kelebihan pembayaran dimaksud disetorkan ke kas negara oleh badan usaha penyelenggara.

Dalam hal hasil pemeriksaan terhadap penyelenggara Kewajiban Pelayanan Publik, dinyatakan pemerintah membayarkan lebih kecil kepada badan usaha penyelenggara, maka kekurangan pembayaran kepada badan usaha penyelenggara tersebut diusulkan untuk dianggarkan dalam APBN dan/atau APBN-P sesuai dengan ketentuan peraturan peundang-undangan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Atiqa Hanum
Editor : Fatkhul Maskur
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper