Bisnis .com, JAKARTA—Bank Dunia merilis nilai waktu yang dihabiskan barang untuk mencapai destinasi mendorong tingginya biaya logistik di Indonesia. Hasil penelitian yang dikeluarkan pada bulan lalu itu memperlihatkan biaya transportasi pengangkutan barang ke timur Indonesia hanya mempengaruhi 1,5%-6% dari harga barang. Sementara, nilai waktu berkontribusi sebesar 18% dari nilai barang.
Direktur Eksekutif National Maritime Institute (Namarin) Siswanto Rusdi menjelaskan value of time disebabkan kelebihan waktu yang dihabiskan untuk transit dan adanya mata rantai logistik yang terputus. Selain itu, waktu bongkar muat ditambah dengan waktu tunda lainnya seperti truk yang kehilangan momen kedatangan kapal atau karena kapal yang terlambat bersandar.
“Orang menganggap kalau bikin infrastruktur baru akan turun biaya logistik kita. Itu kurang tepat, karena ada aspek nonteknis yang lebih perlu diselesaikan ketimbang membangun fisik,” ucapnya, Rabu (11/11/2015).
Menurutnya, mata rantai logistik yang terputus itu disebabkan tidak berjalannya sistem multimoda transportasi. Perpindahan moda untuk pengangkutan barang tidak menjadi satu paket dalam logistik sehingga pengurangan biaya pelabuhan dan insentif bagi industri trucking tidak bakal berdampak pada total biaya logistik.
“Perpindahan moda tidak jadi satu paket dalam logistik, kalau laut ya urus yang laut aja. Yang di darat, orang laut [kapal] enggak mau urus. Itu buat biaya tinggi. Itu tidak dalam satu rangkaian yang rapi,” ucapnya.
Sementara itu, studi Bank Dunia kepada pabrikan di Jakarta, Surabaya, Semarang, Palembang, Lampung, Medan, dan Makassar ini juga menunjukkan bahwa biaya transportasi dan handling kontainer berkontribusi 40% dari total biaya logistik. Lebih lanjut, Biaya inventarisasi mempengaruhi biaya logistik sebesar 26%, biaya pergudangan sebesar 17%, dan biaya administrasi mencapai 17%.