Bisnis.com, JAKARTA—Direktur Eksekutif The National Maritime Institute (Namarin), Siswanto Rusdi, menilai persoalan dwelling time di sebuah pelabuhan sangat situasional.
Waktu inap kontainer itu tergantung pada arus ekspor-impor. Menurutnya, pada situasi saat ini dimana ekonomi sedang lesu, pelabuhan utama seperti Pelabuhan Tanjung Priok sedang sepi.
Dia menyatakan, bahwa pemerintah tidak perlu memberikan target percepetan dwelling time di Pelabuhan Tanjung Priok. Seperti diketahui, Kementerian Koordinator Maritim membentuk satuan kerja atau task force guna menurunkan dwelling time hingga 2- 2,5 hari dalam target satu bulan hingga Oktober 2015.
“Dwelling time itu tergantung kondisi, kalau impor tinggi ya bikin target misal sekian hari. Tapi,Priok sedang sepi, kalau bikin target tiga hari, sehari pun juga selesai. Menurut saya, dwelling time lebih pada praktik bisnis, jangan diberi tekanan,” terangnya, Kamis (3/9/2015).
Dia mengatakan, kecepatan bongkar muat merupakan hal yang perlu didorong di pelabuhan. Produktivitas pelabuhan yang tinggi akan berpengaruh kepada waktu tunggu kapal. Semakin cepat kapal meninggalkan pelabuhan, semakin murah pula biaya kepelabuhanan yang dikeluarkan.
Siswanto menambahkan, bahwa pembentukan satuan tugas oleh pemerintah jangan sampai merusak tata kelola pelabuhan.
“Efektivitas di pelabuhan harus dikejar terus. Pelabuhan harus efisien di bongkar muat. Ini pemerintah sedikit kaget karena ini ranah bisnis. Pemerintah jangan terlalu masuk kesitu. Kalau target tiga hari enggak tercapai, ada satgas lagi sehingga merusak tata kelola yang ada,” jelasnya.