Bisnis.com, SEMARANG - Para pengembang properti Jawa Tengah optimistis penjualan rumah di wilayah ini terdongkrak 38% seiring dengan kebijakan dari Bank Indonesia perihal relaksasi ketentuan loan to value (LTV) untuk kredit pemilikan rumah.
Pelonggaran tersebut ditujukan untuk kredit pemilikan rumah (KPR) dan kredit kendaraan bermotor (KKB) dan tertuang di PBI Nomor 17/10/PBI/2015 tentang rasio LTV dan FTV untuk kredit atau pembiayaan properti yang mulai berlaku sejak 18 Juni 2015.
Pada aturan yang baru besaran uang muka diturunkan sebesar 10% dari semula 30% menjadi 20% untuk perbankan konvensional dan 5% untuk perbankan syariah dari semula 20% menjadi 15%.
Ketua DPD REI Jateng MR Prijanto menerangkan aturan dari Bank Sentral setidaknya dapat mendongkrak penjualan rumah yang sempat lesu pada semester I. Faktor kelesuan itu, kata dia, karena pengaruh kondisi makro ekonomi domestik.
Dia mengakui penjualan rumah secara keseluruhan di wilayah berpenduduk 33,5 juta ini turun sekitar 38%.
“Setidaknya [adanya kelonggaran LTV] bisa meningkatkan penjualan rumah sekitar 38% hingga akhir 2015. Harapannya seperti itu, artinya penjualan kembali seperti semula,” papar Prijanto kepada Bisnis, Senin (29/6/2015).
Pihaknya mengakui penjualan rumah yang sempat merosot dalam enam bulan terakhir ini tidak semata karena aturan lama dari BI perihal uang muka KPR 30%.
Pelbagai pengaruh lainnya, katanya, seperti dampak kenaikan bahan bakar minyak (BBM) pada akhir tahun lalu juga berpengaruh pada menurunnya daya beli masyarakat.
Dari pameran bulan lalu, penjualan rumah kelas menengah ke atas bisa mencapai 80 unit. Namun pada bulan ini hanya terjual 40 unit. Artinya secara bulanan ada penurunan 50%.
“Dengan aturan baru ini, kami gencarkan sosialisasi kepada konsumen. Harapannya perbulan juga meningkat 10%,” ujarnya.
Prijanto menguraikan karakter konsumen yang membeli properti di Jateng mayoritas untuk hunian pertama. Oleh karena itu, penurunan uang muka KPR dapat berpengaruh pada peningkatan penjualan kendati tidak terlalu signifikan.