Bisnis.com, JAKARTA—Pemerintah akan mengeluarkan aturan yang memberikan keringanan terhadap masyarakat yang tidak mampu membayar pajak bumi dan bangunan (PBB).
Ferry Mursyidan Baldan, Menteri Agraria dan Tata Ruang, mengatakan pemerintah tidak ingin menjadikan PBB sebagai beban yang harus ditanggung masyarakat. Nantinya, pengenaan PBB akan disesuaikan dengan kemampuan subjek pajak yang menempati lahan tersebut.
“Kami tidak bisa membuat kebijakan yang mengurangi potensi penerimaan daerah, tetapi masyarakat tidak boleh terbebani oleh pengenaan PBB itu,” katanya di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (1/4).
Ferry menuturkan pemerintah mempertimbangkan opsi untuk membebaskan, memangkas jumlah yang harus dibayar, atau menjadikannya sebagai utang yang harus dibayar sebelum masyarakat menjual lahannya.
Dengan begitu diharapkan masyarakat tidak lagi merasa khawatir untuk mengurus sertifikat kepemilikan lahan yang ditempatinya.
Dalam konsep tersebut nantinya tarif PBB yang dikenakan kepada setiap orang akan berbeda-beda nilainya, meskipun tinggal di wilayah yang sama.
Hal itu disesuaikan dengan kemampuan bayar pajak orang yang menempati lahan tersebut.
“Saat ada orang mampu yang membeli lahan orang tidak mampu, maka orang itu dikenakan pajak dengan nilai penuh dan lebih tinggi dari yang dibayarkan penghuni sebelumnya,” ujar Ferry.
Sementara itu Tjahjo Kumolo, Menteri Dalam Negeri, mengatakan pemerintah daerah dapat menggunakan dana transfer atau insentif daerah sebagai pengganti pendapatan daerah yang hilang karena keringanan PBB tersebut.
Kebijakan pemerintah tersebut juga nantinya akan menjadi payung hukum untuk menunjukkan keberpihakan pemerintah kepada masyarakat yang tidak mampu.