Bisnis.com, JAKARTA -- Surplus perdagangan dua bulan pertama tahun ini diyakini akan mempersempit defisit transaksi berjalan awal tahun kendati sejumlah ekonom menilai perbaikan itu kurang fundamental.
Defisit transaksi berjalan kuartal I/2015 diperkirakan akan kembali di bawah 2% terhadap produk domestik bruto (PDB). Setahun lalu, defisit tercatat US$4,1 miliar atau 1,97% terhadap PDB.
"Defisit perdagangan minyak yang menciut karena harganya yang rendah, akan mempertajam penurunan defisit transaksi berjalan kuartal I/2015," kata ekonom Bank of America Merrill Lynch Hak Bin Chua dalam laporannya, Rabu (18/3/2015).
Neraca perdagangan Januari-Februari berturut-turut surplus masing-masing US$709,4 juta dan US$738,3 juta meskipun kinerja ekspor jeblok.
Hak Bin melihat ekspor nonmigas tahun ini akan tetap melemah karena harga komoditas terus tergelincir dan situasi ekonomi global masih lesu.
Sebelumnya, Bank Indonesia memperkirakan defisit transaksi berjalan kuartal I/2015 akan 1,6%-1,8% terhadap PDB, lebih rendah dari proyeksi sebelumnya 2,8%.
"Perlemahan nilai tukar rupiah membantu perbaikan ekspor manufaktur," ujar Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Juda Agung.
Di sisi lain, ekonom ANZ Banking Daniel Wilson defisit transaksi berjalan yang ciut pada paruh pertama tahun ini wajar belaka, sebelum melebar akibat proyek investasi pemerintah pada paruh kedua.