Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Industri Makanan dan Minuman Berkeras Minta Insentif Ekspor

Produsen makanan dan minuman olahan meminta insentif kredit ekspor untuk memperkuat kinerja ekspor di tengah apresiasi dolar AS terhadap rupiah.
Produsen makanan dan minuman olahan meminta insentif kredit ekspor untuk memperkuat kinerja ekspor di tengah apresiasi dolar AS terhadap rupiah. /
Produsen makanan dan minuman olahan meminta insentif kredit ekspor untuk memperkuat kinerja ekspor di tengah apresiasi dolar AS terhadap rupiah. /

Bisnis.com, JAKARTA—Produsen makanan dan minuman olahan meminta insentif kredit ekspor untuk memperkuat kinerja ekspor di tengah apresiasi dolar AS terhadap rupiah.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S. Lukman mengatakan untuk mengurangi dampak negatif dari ketergantungan impor bahan baku saat dolar AS terapreaisasi maka industri harus tingkatkan ekspor.

Sejalan dengan program stabilisasi nilai tukar rupiah yang dilakukan Presiden Joko Widodo, produsen makanan dan minuam (mamin) olahan meminta diberi insentif ekspor. Skema ini diyakini bakal jadi pendongkrak kinerja sektor mamin untuk jangka pendek.

"Income ekspor dalam dolar AS, pinjaman juga dalam dolar AS sehingga tidak ada resiko mata uang dan depresiasi rupiah dan bisa ikuti kurs internasional," ucap Adhi kepada Bisnis, di Jakarta, Senin (16/3/2015).

Pada dasarnya kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah diupayakan melalui insentif fiskal untuk sektor industri yang fokus menjual produk ke pasar global serta memiliki pangsa ekspor besar. Insentif ekspor diyakini bisa mendongkrak ekspor mamin sekitar 15% dari kisaran US$6 miliar per tahun.

Bunga kredit ekspor murah yang diminta Gapmmi pernah diterapkan saat era Orde Baru. Pengusaha lebih memilih insentif ini ketimbang relaksasi fiskal tax holiday dan tax allowance karena  dinilai kurang efektif untuk jangka pendek.

"Pemerintah sebetulnya tidak beri subsidi tetapi memfasilitasi pinjaman luar negeri yang diawasi pemerintah. Kalau kita ikut Singapore Interes jadi tanpa penambahan country risk," kata Adhi.

Kredit ekspor merupakan kredit yang diberikan dalam rupiah atau mata uang asing kepada eksportir atau pemasok. Pendapatan ekspor berupa dolar AS disertai kredit juga dalam mata uang yang sama artinya tidak ada resiko. “Bunga rupiah mahal karena ada resiko,” katanya.

Industri mamin adalah salah satu tulang punggung industri nonmigas dengan kontribusi mencapai 30% dari Produk Domestik Bruto (DPB) nonmigas. Data Gapmmi menunjukkan pertumbuhan kinerja industri bertumbuh 8% dengan nilai sekitar Rp1.014 triliun pada 2014 dibandingkan dengan capaian tahun sebelumnya senilai Rp940 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dini Hariyanti
Editor : Setyardi Widodo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper