Bisnis.com, JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan ekspor produk makanan olahan pada periode Januari—Oktober 2014 mencapai US$4,01 miliar, naik 19,15% dibandingkan ekspor pada periode yang sama tahun sebelumnya. Kendati potensi ekspor produk mamin sangat potensial, ada faktor internal dan eksternal yang menghambat industri ini.
Direktur Riset Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati mengatakan masalah terbesar yang dihadapi industri makanan dan minuman dalam negeri adalah ketersediaan bahan baku. Sebagian besar material pembuat mamin olahan masih harus diimpor. Ketergantugan industri mamin akan bahan baku impor akan membuat produk mamin olahan asal Indonesia tidak kompetitif. Padahal, pangsa pasar produk makanan di luar negeri sangat besar.
Dia menuturkan pemerintah saat ini telah berkomitmen mengembangan sektor pertanian untuk memenuhi pasar dalam negeri. Selain memfokuskan pada sektor tersebut, pemerintah harus memperhatikan keberlangsungan industri mamin olahan. Caranya adalah menyediakan bahan baku yang diperlukan industri dan memperbaiki infrastruktur serta distribusi.
“Pemerintah harus meningkatkan koordinasi antara sektor-sektor terkait untuk mengembangan industri mamin sehingga mereka bisa memproduksi komoditas secara maksimal. Performa ekspor mamin olahan sudah cukup bagus. Sekarang pemerintah dan industri mencari jalan keluar untuk meningkatkan nilai dan volume ekspor,” katanya, Selasa (20/1/2015).
Ditemui di kesempatan terpisah, Ketua Gabungan Asosiasi Makanan dan Minuman (GAPMMI) Adhi S. Lukman mengatakan pintu ekspor kian menganga setelah diberlakukan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) pada akhir 2015. Namun demikian, dia tak menampik eksportir mamin Indonesia bisa terganjal beberapa persyaratan.
“Berbeda dengan komoditas lain, eksportir mamin harus memperhatikan kualitas bahan baku, tingkat keamanan pangan [food safety], serta sertifikasi. Kebutuhan sertifikasi antara satu negara dan negara lain berbeda-beda sehingga banyak sekali yang harus diurus oleh eksportir,” ujarnya.
Oleh karena itu, eksportir mamin harus terus berinovasi dan mulai memenuhi standar sertifikasi yang diminta tiap-tiap negara, serta mengaplikasikan teknologi untuk meningkatkan daya saing produk mamin Indonesia di luar negeri.