Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

NERACA PERDAGANGAN: Surplus April Terganjal Lonjakan Impor

Surplus neraca perdagangan per April 2014 diprediksi terhenti akibat meningkatnya impor komoditi pangan menjelang puasa dan lebaran. Apalagi harga komoditi unggulan Indonesia (CPO, Batubara, dan Karet) yang tak kunjung stabil.
Ilustrasi
Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA -- Surplus neraca perdagangan per April 2014 diprediksi terhenti akibat meningkatnya impor komoditi pangan menjelang puasa dan lebaran. Apalagi harga komoditi unggulan Indonesia (CPO, Batubara, dan Karet) yang tak kunjung stabil.

Surplus yang mencapai US$673 juta pada Maret 2014 diprediksi tak lagi berlanjut, dan justru diperkirakan mengalami defisit hingga US$400 juta.

Kepala Ekonom PT Bank Mandiri Tbk Destry Damayanti memprediksi defisit terjadi akibat konsumsi dalam negeri yang melemah, belum pulihnya ekspor akibat penurunan harga komoditas unggulan Indonesia di pasar global, dan meningkatnya impor pangan jelang puasa dan lebaran.

“Melihat tren yang ada, prediksi kami adalah neraca perdagangan kita pada April akan defisit,” katanya kepada Bisnis, Minggu (1/6/2014).

Selain disebabkan tingginya permintaan impor produk pangan untuk persiapan puasa dan lebaran, investasi sepanjang kuartal I 2014 juga rebound, sehingga tidak membantu surplus neraca dagang.

Prediksi serupa juga diutarakan Lana Soelistyaningsih, Kepala Ekonom Samuel Sekuritas. Menurutnya, komoditi CPO dan Batubara yang porsinya sampai 40% dari ekspor nonmigas sangat berpengaruh terhadap neraca dagang. Apalagi kedua komoditi itu tengah jatuh harga.

“Prediksi kami, ya defisit sekitar US$105 juta. Walaupun ada desas desus yang menyebutkan difisit bisa mencapai US$1 miliar, saya kira enggak lah, reaksi pasar bisa negatif,” ujarnya.

Tingginya permintaan impor, kata Lana, menjadi penyebab utama defisit neraca perdagangan April 2014. Apalagi, tren menjelang lebaran, hampir setiap tahun selalu terjadi defisit akibaT antisipasi tingginya permintaan komoditas pangan.

Lana menyebutkan defisit di bawah US$500 juta masih belum berpengaruh buruk terhadap pasar. Namun kondisi demikian tidak boleh dibiarkan berlarut-larut karena nilai rupiah akan semakin tertekan.

“Kami menilai masih stabil, tetapi untuk jangka panjang itu tidak bagus. Pemerintah sudah harus segera mengantisipasi dengan membuat strategi jangka panjang,” katanya.

Meski sejumlah pengamat memperkirakan terjadi defisit neraca dagang April terhadap Maret 2014, Pengamat Ekonomi Centre of Reform on Economic (CORE) Ina Primiana justru menilai surplus masih akan berlanjut.

Penilaiannya didasarkan pada belum adanya lonjakan dan penurunan volume ekspor meski harga sejumlah komoditi unggulan anjlok di pasar global. Begitu juga dengan reaksi impor yang masih belum melonjak tajam.

“Saya kira surplus masih akan berlanjut meski tidak tajam,” katanya.

Dia mengakui potensi impor jelang bulan Ramadhan dan lebaran akan kian melonjak, dan bisa menyebabkan defisit neraca dagang. Namun sejauh ini, neraca dagang masih belum terlalu meleset dari kondisi Maret.

Badan Pusat Statistik (BPS) bulan lalu merilis terjadi surplus neraca dagang sebesar US$673 juta. Surplus terjadi disebabkan tingginya surplus sektor nonmigas sebesar US$2,05 miliar, dan sektor migas mengalami defisit US$1,37 miliar.

Sementara volume perdagangan pada Maret 2014 juga surplus 38,08 juta ton, yang disebabkan surplus neraca nonmigas sebesar 38,53 juta ton, sedangkan neraca sektor migas defisit 0,45 juta ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Heri Faisal
Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper