Bisnis.com, JAKARTA – Penerapan wajib Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk mainan anak akan diberlakukan pada 30 April 2014, namun hingga saat ini baru sekitar 1% pelaku usaha yang sudah mengantongi Sertifikasi Produk Penggunaan Tanda (SPPT) SNI.
Vice Chairman for Marketing Asosiasi Pengusaha Mainan Anak Indonesia (APMI) Sudarman Widjaja mengklaim dari sisi kesiapan pelaku usaha, sebetulnya banyak yang produknya dianggap telah memenuhi standar kategori.
Namun, persoalan utama yang menghambat justru lambannya pemerintah mengeluarkan petunjuk teknis (juknis) di lapangan yang baru keluar awal Februari ini.
Menurutnya, sudah banyak anggota APMI yang sebelumnya telah mengajukan diri untuk memperoleh sertifikasi SNI tetapi karena belum adanya juknis tersebut, para Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro) belum berani mengeluarkan SPPT SNI mainan anak.
“Hingga saat ini belum ada penambahan pelaku usaha mainan anak yang mengantongi SNI. Kami tidak punya data pasti, tapi kemungkinan baru 1% atau di bawah itu. Bukan karena produknya yang tidak memenuhi kriteria tetapi karena infrastruktur pendukungnya belum siap, koordinasi antar stakeholder juga masih kurang,” ucapnya dihubungi Bisnis.com, Kamis (20/2/2014).
Sebab, tanpa adanya petunjuk teknis yang jelas, akan muncul berbagai perbedaan interpretasi dalam hal penilaian dari masing-masing LSPro.
Apalagi, tidak sedikit pelaku usaha mainan anak merupakan industri kecil dan menengah yang sistemnya unorganik dengan bergerakan yang dinamis. Selain itu, mereka juga banyak yang memproduksi berbagai merek dan jenis yang berbeda sehingga perlu kejelasan apakah pendaftaran per merek atau per satu perusahaan.