Bisnis.com, JAKARTA— Dunia usaha berharap bank sentral tidak lagi menaikkan bunga acuan (BI rate), sebab dinilai dapat mengganggu dunia usaha dan target pertumbuhan ekonomi yang dicanangkan pemerintah.
Sebelumnya Dewan Gubernur Bank Indonesia menaikkan BI rate25 basis poin menjadi 7,5% pada 12 November 2013.
Wakil Ketua Kadin Bidang UKM dan Koperasi Erwin Aksa mengatakan ada baiknya bank sentral dan pemerintah sama-sama memerangi ketergantungan impor dengan menggenjot industri dalam negeri dan peningkatkan ekspor nonmigas, termasuk ekspor industri kecil dan menengah, serta mengurangi ketergantungan terhadap valuta asing.
“Kita berharap ini [BI rate] bersifat sementara. Jangan dinaikkan lagi,” ujar Erwin di Jakarta, Senin (18/11/2013).
Erwin menegaskan kebijakan ini sebaiknya hanya bersifat sementara untuk memperkuat rupiah. Kadin mengingatkan masih banyak cara untuk menguatkan rupiah, seperti dengan menurunkan ketergantungan kita kepada impor melalui penguatan industri di dalam negeri.
Ini tugas pemerintah untuk segera mengeksekusi berbagai program infrastruktur untuk mendukung tumbuhnya industri di dalam negeri. Kalau industri di dalam negeri kuat, otomatis kita bisa self sufficient atau bisa memenuhi kebutuhan sendiri tanpa terlalu bergantung pada impor, katanya.
Ekspor UKM
Kadin juga mendorong agar ekspor nonmigas UKM dapat terus digenjot, mengingat kontribusi UKM baru sebesar 14,1 % atau senilai Rp 166,6 triliun. Adapun sebagian besar lainnya didominasi oleh usaha besar yakni 85,9 % dari total nilai ekspor nonmigas.
“Masih besar peluang ekspor dari UKM ini,” ujar dia. Erwin memberi contoh UKM sejumlah negara seperti China dan Taiwan memiliki andil besar atas besaran ekspor nonmigas. Hal ini karena UKM mereka sudah berorientasi pada teknologi tinggi dan memberi nilai tambah pada perekonomian.
Sementara itu, kontribusi UKM bagi produk domestik bruto (PDB) sebesar 57,5 % (Rp1.451,4 trilun) sedangkan sisanya sebesar 42,5% dari usaha besar. UKM juga menyerap tenaga kerja sangat signifikan yakni sebanyak 97,2 % (107 juta orang) sedangkan usaha besar hanya sebesar 2,8 %.
Pada bagian lain, Kadin juga berharapa agar Bank Sentral dan pemerintah mengkaji berbagai kebijakan terkait lalu-lintas devisa yang dinilainya saat ini membuat perekonomian mudah terombang-ambing oleh nilai tukar (rupiah) dan ketergantungan pada dolar Amerika Serikat.
“Saya kira pendekatannya tidak bisa hanya melulu pada monetary policy atau naik-turun BI rate saja. Harus ada unconventional policy misalnya kebijakan buat industri dalam negeri, sektor keuangan, infrastruktur, semuanya integratif, tidak satu instrument saja,” papar Erwin