Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kadin Minta Izin Kapal Asing untuk Pelayaran Jarak Pendek Dilonggarkan

Kamar Dagang dan Indonesia (Kadin) Indonesia mendesak Kementerian Perhubungan merevisi KM 48/2011 terkait tata cara dan persyaratan pemberian izin penggunaan kapal asing di Tanah Air untuk investasi short sea shipping.
/Bisnis
/Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA--Kamar Dagang dan Indonesia (Kadin) Indonesia mendesak Kementerian Perhubungan merevisi KM 48/2011 terkait dengan tata cara dan persyaratan pemberian izin penggunaan kapal asing untuk investasi short sea shipping. 

Wakil Ketua Kadin Natsir Mansyur mengatakan penerapan KM 48/2011 yang memperkuat penerapan asas cabotage justru menjadi bumerang terhadap upaya pengadaan kapal untuk pelayaran jarak pendek atau short sea shipping (SSS). 

Menurutnya, penerapan asas cabotage cenderung menguntungkan operator kapal berukuran besar yang selama ini berfokus pada angkutan  jarak menengah dan jauh ataupun lintas regional. 

"Sebaiknya ada revisi KM 48/2011, kita masih membutuhkan investasi asing untuk kapal berorientasi SSS. Pemerintah mestinya lebih fleksibel dan jangan terlalu kaku menerapkan cabotage, harus lebih bijak melihat persoalan dan kebutuhan pelayaran," katanya, Kamis (31/10/2013). 

Adapun, SSS merupakan pola angkutan komersial yang memanfaatkan aliran sungai dan perairan pesisir pantai untuk pengiriman barang dari pelabuhan utama dengan tujuan pelabuhan konvensional skala kecil. 

Natsir menambahkan, pola angkutan pelayaran SSS sangat dibutuhkan dalam membangun konektivitas antar pulau di Indonesia serta mendorong pertumbuhan ekonomi daerah tujuan pengiriman logistik. 

Di sisi lain, pola SSS juga dapat bermanfaat untuk mengurangi kepadatan atau stagnasi arus bongkar muat kapal di pelabuhan utama.

"Kemenhub terlalu kaku dalam cabotage yang sebenarnya tidak bisa digeneralisasi penerapannya. SSS masih sangat membutuhkan asing untuk pengadaan kapal, dan itu untuk konektivitas kita, ini yang harus diperhatikan," kata Natsir. 

Menurutnya, investasi asing SSS yang dimaksud adalah untuk pengadaan kapal berkapasitas maksimal 3.500 DWT.

Adapun, estimasi tingkat kebutuhan kapal SSS dengan tonnase maksimal 3.500 DWT mencapai 1.000 unit dengan perkiraan kebutuhan investasi mencapai Rp10 triliun untuk mendukung konektivitas logistik di Tanah Air. 

Namun, kata Natsir, pemenuhan kapal itu terhambat lantaran penerapan asas cabotage berdasarkan KM 48/2011 yang hanya berpihak pada segelintir pihak yang lebih berorientasi pada bisnis dibandingkan dengan konektivitas antar daerah secara keseluruhan.

Adapun, kapal SSS meliputi general cargo, bulk carrier, container shipping, kapal curah cair maupun padat dengan tonase dari 1.500 DWT hingga 3.500 DWT serta mempunyai jarak jangan antara 400 mil hingga 600 mil laut.

"Kita sebenarnya mendukung asas cabotage, tapi pemerintah juga harus bijak dengan memberi insentif untuk SSS, salah satunya itu melalui revisi KM 48/2011, agar ada keseimbangan antara penegakan kedaulatan bangsa [melalui cabotage] konektivitas maupun mendorong ekonomi daerah," tegas Natsir. 

Sementara itu, Dirjen Perhubungan Laut Kemenhub Bobby R. Mamahit menegaskan tidak akan memberikan izin bendera berbendera asing untuk pengangkutan barang di Tanah Air. "Kalau angkutan barang sudah nggak ada izin. Itu [izin] cuma untuk offshore," tegasnya. 

Saat ini, menurutnya, kapal pengangkut barang di Indonesia masih memadai, bahkan para pemilik kapal berebut muatan karena jumlah kapal sudah berlebih. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Amri Nur Rahmat
Editor :
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper