BISNIS.COM, JAKARTA – Kelangkaan solar bersubsidi di berbagai daerah menyebabkan distribusi produk makanan dan minuman tersendat, tetapi tak serta-merta membuat produsen menaikkan harga jual.
Sekjen Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Franky Sibarani mengatakan sebagian hasil produksi tidak sampai ke pasar karena produktivitas angkutan berkurang setelah terjadi kelangkaan pasokan solar.
“Yang biasanya satu hari bisa dua rit (perjalanan bolak-balik dalam satu trayek) Samarinda-Balikpapan, sekarang hanya satu rit. Akibatnya, sebagian barang tidak sampai ke pasar,” katanya, Kamis (25/4).
Kendati demikian, tersendatnya pasokan barang ke pasar tidak sampai membuat pabrik menaikkan harga produk. Menurut Franky, naik tidaknya harga jual ditentukan oleh peritel yang mengalami kelangkaan pasok barang.
Kalaupun terjadi kenaikan harga solar sebagai buntut kelangkaan bahan bakar tersebut, Franky memperkirakan tak berdampak signifikan pada harga jual produk.
Di subsektor industri makanan dan minuman, jelas dia, kontribusi harga bahan bakar minyak (BBM) terhadap biaya distribusi 25%. Namun, andil biaya distribusi terhadap harga jual produk hanya 2%.
Dia memberi contoh, jika harga produk semula Rp1.000 per bungkus, maka kenaikan harga BBM 25% hanya akan menyebabkan kenaikan Rp5 per bungkus.
“Impact-nya (dampaknya) bisa dihitung hanya dalam skala rendah,” ujarnya. (if)