BISNIS.COM, JAKARTA – Eksportir sawit meminta jaminan ketersediaan kapal tanker nasional agar tujuan penerapan term of delivery cost, insurance, freight atau CIF untuk memberdayakan industri jasa dalam negeri tercapai.
Sekjen Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyanto mengatakan pengusaha sempat mengeluh karena keterbatasan jumlah kapal tanker pengangkut minyak kelapa sawit (palm oil) saat produksi meningkat pada akhir tahun lalu.
Karena tak ada kapal, pengiriman (delivery) ke negara tujuan pun tertunda sehingga stok menumpuk dan operasi pabrik empat terhenti.
“Banyak yang harus diperhitungkan, mulai dari ketersediaan, kapasitas dan reliability-nya (keandalan),” katanya, Kamis (28/2).
Daya saing dari segi tarif juga harus diperhatikan karena term CIF tidak dapat semata-mata diterapkan dengan alasan memberdayakan industri jasa nasional.
Joko mengakui sebagian besar ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan produk turunannya selama ini masih menggunakan term free on board (FOB). Gapki mencatat volume pengapalan pada Januari-November 2012 mencapai 19,34 juta ton.
Menurutnya, term of delivery hanyalah kesepakatan antarpelaku bisnis yang bergantung pada karakteristik pembeli dan penjual sehingga sulit jika dibakukan.
“Tergantung mana yang mudah untuk seller dan buyer. Ada buyer yang ingin praktis sehingga urusan mencari kapal dan asuransi diserahkan ke seller. Ada seller yang tidak mau menanggung risiko sehingga pilih pakai FOB,” jelasnya.
Selain FOB dan CIF, di industri sawit juga berlaku sistem harga loco pabrik, yakni harga jual produk di lokasi pabrik tanpa memperhitungkan biaya distribusi.