Bisnis.com, JAKARTA — Inflasi produsen Amerika Serikat (AS) meningkat pada Juli 2025 dengan laju tercepat dalam tiga tahun, menandakan perusahaan mulai membebankan kenaikan biaya impor akibat tarif kepada konsumen.
Biro Statistik Tenaga Kerja AS (BLS) melaporkan indeks harga produsen atau producer price index (PPI) naik 0,9% secara bulanan, kenaikan terbesar sejak inflasi konsumen memuncak pada Juni 2022. Sementara itu, secara tahunan, PPI melonjak 3,3% year on year (YoY)
Biaya jasa naik 1,1% bulan lalu, tertinggi sejak Maret 2022. Di dalamnya, margin grosir dan ritel meningkat 2%, dipimpin oleh perdagangan grosir mesin dan peralatan. Harga barang, tidak termasuk pangan dan energi, naik 0,4%.
Data BLS menunjukkan harga pangan menyumbang 40% dari kenaikan biaya barang jadi, terutama dari komoditas sayuran. Indikator PPI yang lebih stabil, dengan mengecualikan pangan, energi, dan jasa perdagangan, juga mencatat kenaikan bulanan terbesar sejak 2022.
Selain itu, biaya barang olahan untuk permintaan menengah — yang mencerminkan harga pada tahap awal rantai produksi — naik 0,8%, tertinggi sejak awal tahun, didorong oleh harga bahan bakar diesel.
Laporan tersebut menunjukkan perusahaan menyesuaikan harga barang dan jasa untuk mengimbangi kenaikan biaya akibat tarif AS, meskipun permintaan melambat pada paruh pertama tahun ini. Setelah data inflasi produsen dirilis, kontrak berjangka indeks saham AS melemah dan imbal hasil obligasi pemerintah naik.
Baca Juga
Ekonom Senior Nationwide Ben Ayers dalam sebuah catatan mengatakan, sejauh ini, bisnis menanggung sebagian besar kenaikan biaya akibat tarif, tetapi margin semakin tertekan oleh tingginya harga barang impor.
"Kami memperkirakan beban tarif akan semakin diteruskan ke harga konsumen dalam beberapa bulan mendatang, dengan inflasi kemungkinan naik moderat pada paruh kedua 2025," jelasnya.
Sejauh mana beban tarif dialihkan ke konsumen akan menjadi faktor kunci arah kebijakan suku bunga. Meski pejabat Federal Reserve memperkirakan tarif impor akan mendorong inflasi lebih tinggi di paruh kedua tahun ini, pandangan mereka terbelah apakah kenaikan tersebut bersifat sementara atau berkelanjutan.
Data inflasi konsumen awal pekan ini menunjukkan dampak penyaluran tarif yang lebih ringan pada Juli, sementara pasar tenaga kerja mulai melambat. The Fed secara luas diperkirakan memangkas suku bunga pada pertemuan bulan depan.
Namun, data inflasi produsen yang solid ini dapat membuat sebagian pembuat kebijakan berhati-hati bahwa tekanan harga kembali menguat.
Kepala Ekonom High Frequency Economics Carl Weinberg menuturkan, pertanyaan yang belum terjawab bagi pembuat kebijakan adalah seberapa besar kenaikan harga ini diserap oleh grosir, pengecer, dan penjual kembali.
"Laporan ini merupakan validasi kuat bagi sikap wait-and-see The Fed terkait perubahan kebijakan," ujarnya.
Ekonom memantau PPI karena beberapa komponennya digunakan untuk menghitung indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi (PCE), ukuran inflasi favorit The Fed.
Meski inflasi kategori kesehatan melemah, layanan penumpang maskapai dan manajemen portofolio melonjak, yang terakhir sejalan dengan kenaikan pasar saham.