Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kinerja Industri Mebel Anjlok, Pengusaha Masih Waspadai Efek Tarif Trump

Industri mebel Indonesia anjlok di Q2/2025 akibat sentimen geopolitik, tarif Trump, dan daya beli lemah. Pertumbuhan turun dari 9,86% di Q1 ke -0,05% yoy.
Pekerja menyelesaikan pembuatan produk furnitur di Workshop Seken Living, Sleman, DI Yogyakarta, Senin (30/6/2025)./Bisnis-Eusebio Chrysnamurti
Pekerja menyelesaikan pembuatan produk furnitur di Workshop Seken Living, Sleman, DI Yogyakarta, Senin (30/6/2025)./Bisnis-Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA — Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (Himki) menyebut, sentimen geopolitik global, kebijakan tarif Trump, hingga pelemahan daya beli menjadi biang kerok industri furnitur mengalami kontraksi mendalam pada kuartal II/2025. 

Ketua Umum Himki Abdul Sobur mengatakan, pada kuartal I/2025, industri furnitur mampu tumbuh hingga 9,86% (year-on-year/yoy). Namun, pada kuartal kedua pertumbuhan kinerja industri furnitur terhadap produk domestik bruto (PDB) turun jadi -0,05% yoy. 

"Ya, data kontraksi -0,05% yoy pada kuartal II cukup sejalan dengan realitas di lapangan, setelah pertumbuhan yang relatif tinggi di kuartal I, industri mebel dan kerajinan mulai mengalami perlambatan signifikan," kata Sobur kepada Bisnis, Rabu (6/8/2025). 

Menurut Sobur, ketidakpastian geopolitik global yang menekan permintaan dari pasar utama ekspor seperti Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Selain itu, penguatan dolar AS dan tekanan suku bunga tinggi juga berdampak pada penundaan pembelian furnitur, terutama di segmen menengah-atas.

Di sisi lain, industri juga tengah waspada menghadapi sentimen kebijakan tarif Trump dan ancaman tambahan 10% terhadap produk dari negara non-FTA, termasuk Indonesia. Kondisi ini membuat buyer ragu-ragu mengambil posisi jangka panjang.

Sementara itu, dalam negeri, tingginya UMR dan biaya logistik juga menggerus daya saing, terutama bagi pelaku padat karya dan UKM.

"Dengan kata lain, kuartal II adalah periode tahan napas bagi banyak pelaku industri yang masih menunggu kepastian pasar dan kebijakan," jelasnya. 

Jika merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), kinerja pertumbuhan industri furnitur juga kontraksi -0,66% yoy pada kuartal II/2024 dan tumbuh 1,66% yoy pada kuartal I/2024. 

Tren perlambatan ini membuat pelaku usaha memasang target pertumbuhan flat atau tumbuh tipis di bawah 2% yoy sepanjang tahun ini. 

Target pertumbuhan itu pun dapat tercapai jika permintaan global tidak anjlok dan pemerintah memberi dukungan nyata dalam bentuk negosiasi tarif ekspor ke AS. 

Selain itu, perlu adanya dorongan pembukaan pasar baru melalui perjanjian dagang seperti IEU–CEPA atau perluasan akses ke Timur Tengah, India, dan Afrika.

"Namun, jika tarif Trump jadi diberlakukan penuh dan tidak ada intervensi konkret dari pemerintah, pertumbuhan bisa negatif di akhir tahun," tuturnya. 

Sebab, AS adalah pasar utama dengan pangsa 54%. Dia menilai tekanan margin akan terlalu besar bagi banyak eksportir furnitur untuk bertahan tanpa relokasi atau insentif.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro