Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tarif Trump 19%, Ekspor Furnitur RI ke AS Diproyeksi Tumbuh Moderat

Eksportir mebel menilai tarif Trump yang diturunkan menjadi 19% tetap memberatkan bagi pelaku usaha dalam negeri.
Pekerja menyelesaikan pembuatan produk furnitur di Workshop Seken Living, Sleman, DI Yogyakarta, Senin (30/6/2025)./Bisnis-Eusebio Chrysnamurti
Pekerja menyelesaikan pembuatan produk furnitur di Workshop Seken Living, Sleman, DI Yogyakarta, Senin (30/6/2025)./Bisnis-Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA — Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (Himki) menilai tarif resiprokal yang dipatok 19% oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump tetap memberatkan, kendati hal ini menjadi angin segar untuk kinerja ekspor furnitur. 

Ketua Umum Himki Abdul Sobur mengatakan, pihaknya melihat keputusan tarif ini dengan realistis, meski turun dari sebelumnya 32% dan ditambah tarif 10% untuk anggota BRICS. 

“Angka 19% sebenarnya tetap menjadi beban bagi pelaku industri, terutama usaha kecil dan menengah yang sangat sensitif terhadap perubahan biaya karena sebelumnya tarif prefensial yang nyaris nol,” kata Sobur kepada Bisnis, Rabu (16/7/2025). 

Kendati demikian, jika dibandingkan dengan negara lain seperti Vietnam yang dikenai tarif lebih tinggi yakni 20%, penurunan tarif untuk Indonesia membuka sedikit ruang untuk mempertahankan daya saing produk lokal di pasar AS. 

Menurut Sobur, penurunan tarif dari potensi maksimalnya setidaknya menahan laju penurunan ekspor.

“Target ekspor ke AS tetap kita upayakan tumbuh moderat, sekitar 5%–7% per tahun, bila tidak ada gangguan tambahan,” terangnya. 

Di sisi lain, Sobur menilai kondisi saat ini masih dinamis. Secara teori, tarif yang tidak terlalu tinggi dapat membangkitkan kembali semangat produksi, tetapi perlu diiringi dengan kepastian pasar, stabilitas logistik, dan dukungan pembiayaan.

Pertumbuhan ekspor pun tidak akan sekencang pada era sebelum perang dagang karena buyer AS saat ini lebih berhitung terhadap biaya impor dan juga mulai melirik alternatif pasar lain. 

“Maka dari itu, pelaku industri harus terus memperkuat sisi desain, layanan custom order, serta efisiensi produksi,” terangnya. 

Adapun, pangsa pasar ekspor furnitur Indonesia ke AS tahun lalu mendekati 54%. Namun, angka tersebut cenderung stagnan karena faktor tarif dan shifting buyer ke negara lain yang selama ini menunggu kepastian final.

Untuk diketahui, nilai ekspor mebel Indonesia ke AS pada 2024 diperkirakan lebih dari US$2,5–US$3 miliar per tahun atau mencapai 54% pangsa pasar ekspor. 

“Dengan tarif 19%, peluang mempertahankan pangsa pasar itu ada, tetapi tidak otomatis menjamin ekspansi,” pungkasnya. 

Lebih lanjut, pihaknya membutuhkan strategi ganda seperti menjaga pangsa pasar AS dengan efisiensi dan layanan lebih baik, sekaligus meningkatkan kontribusi pasar alternatif seperti Uni Eropa (dengan IEU–CEPA), Timur Tengah, dan Asia Selatan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro