Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Impor Bahan Baku Dilonggarkan, Kinerja Manufaktur Bakal Mulus?

Relaksasi aturan impor akan menggairahkan industri hilir. Namun, juga berpotensi menekan kinerja industri hulu.
Truk kontainer melintas di antara tumpukan peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (3/6/2025). Bisnis/Arief Hermawan P
Truk kontainer melintas di antara tumpukan peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (3/6/2025). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA — Aturan baru relaksasi impor yang digagas pemerintah dinilai dapat menekan industri hulu, meskipun industri hilir akan bergairah dengan kemudahan mendapatkan bahan baku. 

Kebijakan tersebut tertuang dalam paket-paket deregulasi impor melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 17 hingga No. 23 Tahun 2025 yang salah satunya mencakup pelonggaran impor bahan baku, produk tekstil, elektronik, kimia hingga produk kehutanan.

Ketua Umum Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (Himki) Abdul Sobur mengatakan, aturan deregulasi impor ini bersifat double-edged sword atau pedang bermata dua. Di satu sisi, kebijakan tersebut dapat membantu industri hilir untuk memperoleh bahan baku lebih cepat, stabil, dan kompetitif harganya, terutama di tengah dinamika pasokan global. 

“Namun di sisi lain, jika tidak diatur secara selektif, hal ini juga berpotensi memukul produsen bahan baku dalam negeri, khususnya sektor hulu kehutanan dan perkayuan, yang justru perlu perlindungan dan penguatan,” ujar Sobur kepada Bisnis, Rabu (2/6/2025). 

Untuk itu, menurut dia, kebijakan pelonggaran impor ini idealnya diiringi pengawasan dan insentif untuk mendorong tumbuhnya hulu nasional agar tidak mati tertekan barang impor murah.

Kendati demikian, Sobur tak memungkiri pelonggaran impor bahan baku mampu menurunkan biaya produksi dan membuat produk Indonesia lebih kompetitif dari sisi harga. 

“Setidaknya bisa membantu mempertahankan daya saing saat bersaing dengan negara-negara pesaing yang tarifnya lebih rendah, seperti Vietnam atau Malaysia,” jelasnya. 

Dia menerangkan, sektor manufaktur nasional, terutama di industri mebel dan kerajinan, pada dasarnya sudah memiliki kemampuan memanfaatkan bahan baku impor sebagai pelengkap pasokan domestik.

Namun, kesiapannya harus didukung juga oleh regulasi yang jelas, efisiensi logistik, serta insentif fiskal supaya benar-benar berdampak pada peningkatan ekspor, bukan sekadar membuka kran impor bahan baku tanpa nilai tambah di dalam negeri.

“Kami berharap pemerintah tidak hanya fokus pada membuka keran impor, tetapi juga memastikan ekosistem hulu-hilir tetap terjaga,” tuturnya. 

Lebih lanjut, pihaknya mendukung impor bahan baku tertentu yang memang belum dapat dipenuhi di dalam negeri, tetapi harus ada kebijakan pendukung agar pelaku usaha hulu tetap tumbuh.

Di sisi lain, Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas) mengkhawatirkan potensi keraguan investor bahan baku plastik untuk berinvestasi di Indonesia seiring dengan relaksasi impor yang masih berlanjut. 

Sekjen Inaplas Fajar Budiono mengatakan, aturan yang termasuk dalam paket deregulasi tersebut tak banyak memengaruhi aturan impor bahan baku plastik atau petrokimia.

Di satu sisi, kebijakan tersebut tetap menjadi angin segar bagi industri tekstil hilir dan pakaian jadi yang selama ini dibanjiri produk impor murah. Penerapan syarat persetujuan teknis (pertek) dapat mendukung penyerapan produk hulu, termasuk petrokimia. 

Kendati demikian, pengguna produk petrokimia lainnya, termasuk bahan baku plastik masih direlaksasi untuk impor. Fajar pun menyoroti langkah pemerintah untuk subtitusi impor yang akan terganggu jika bahan baku masih direlaksasi impornya. 

"Itu pasti mengganggu [subtitusi impor]. Karena kan yang diimpor cuma di hilirnya, hulunya belum. Substitusi hulunya belum. Baru dihilirnya aja. Mudah-mudahan nanti hulunya," tuturnya.

Terlebih, Fajar melihat tren impor bahan baku industri masih terus meningkat. Kondisi ini yang dinilai perlu dikaji lagi terkait dengan kuota impor agar sesuai dengan data aktual pasokan dan permintaan produk dalam negeri. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper