Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BPS Sebut Konsumsi Masyarakat Beralih ke Online, Daya Beli Pulih?

BPS melaporkan konsumsi rumah tangga tumbuh 5,12% di Q2 2025, didorong oleh peralihan belanja ke online. PDB Indonesia tumbuh 5,12% YoY, melebihi proyeksi ekonom.
Ilustrasi konsumen yang berbelanja secara daring melalui e-commerce di ponsel mereka/Freepik
Ilustrasi konsumen yang berbelanja secara daring melalui e-commerce di ponsel mereka/Freepik

Bisnis.com, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa konsumsi rumah tangga menjadi sumber pertumbuhan terbesar ekonomi Indonesia kuartal II/2025, yakni 5,12% secara tahunan atau year-on-year (yoy) dibandingkan kuartal II/2024.

Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS Moh. Edy Mahmud menjelaskan, konsumsi rumah tangga atau konsumsi untuk kebutuhan dasar menjadi sumber pertumbuhan terbesar pada tiga bulan kedua 2025 menurut pengeluaran, apabila dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Besarannya sebesar 2,64%.

Kemudian, sumber terbesar pertumbuhan ekonomi kuartal II/2025 diikuti oleh Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi yakni 2,06%. Sementara itu, sumber dari konsumsi pemerintah hanya 0,22%.

Adapun data-data proyeksi sebelumnya menyebut konsumsi rumah tangga diperkirakan melambat. Ada yang menyebut faktor musiman hingga efisiensi pemerintah turut berkontribusi atas perlambatan itu.

Namun demikian, BPS justru menyebut fenomena peralihan atau shifting belanja ke mode daring atau online menjadi motor penggerak konsumsi masyarakat. Utamanya mendukung kuartal II/2025.

"Kita hanya menyampaikan data, memang konsumsinya demikian. Jadi, ada hal yang baru, yang mungkin belum diungkap adanya fenomena shifting belanja secara offline ke online, barangkali belum pernah diungkap. Kita memang mudah melihat fenomena secara langsung atau secara offline. Tapi secara online barangkali cukup sulit untuk dilihat," jelas Edy pada konfernesi pers di Gedung BPS, Jakarta, Selasa (5/8/2025).

Adapun berdasarkan distribusi dan pertumbuhan PDB menurut pengeluarannya, konsumsi rumah tangga menyumbang 54,25% terhadap PDB kuartal II/2025. Pertumbuhannya secara tahunan yakni 4,97% secara tahunan (yoy).

Terbesar kedua yakni PMTB dengan distribusi 27,83% dan pertumbuhan 6,99% yoy. Lalu, ekspor menyumbang 22,28% dan tumbuh 10,67% yoy.

Adapun konsumsi pemerintah menyumbang 6,93% akan tetapi pertumbuhannya terkontraksi yakni -0,33% yoy.

Untuk itu, BPS melaporkan produk domestik bruto (PDB) kuartal II/2025 atas dasar harga berlaku pada kuartal mencapai Rp5.947 triliun. Lalu, PDB atas harga konstan mencapai Rp3.396,3 triliun.

Pertumbuhannya mencapai 5,12% secara tahunan atau year-on-year (yoy) dibandingkan dengan kuartal II/2024. Sementara itu, pertumbuhan secara kuartalan mencapai 4,04% (qtq) dibandingkan kuartal I/2025.

"Sehingga pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan 2/2025 bila dibandingkan dengan triwulan 2/2024 atau secara YoY tumbuh sebesar 5,12%," ungkap Edy.

Proyeksi Ekonom Meleset

Sebelumnya, proyeksi dari 30 ekonom maupun lembaga yang dihimpun Bloomberg menunjukkan, median atau nilai tengah pertumbuhan PDB kuartal II/2025 diperkirakan 4,8% (YoY). Estimasi tertinggi yakni pertumbuhan hingga 5% sedangkan terendah 4,6%.

Proyeksi pertumbuhan tertinggi yakni 5% diramalkan oleh Gareth Leather dari Capital Economics, Ltd. dan Enrico Tanuwidjaja dari PT Bank UOB Indonesia, sedangkan terendah oleh Moody's Analytics Singapore, Jeemin Bang sebesar 4,6%.

Bank-bank BUMN seperti PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) memproyeksikan pertumbuhan sebesar 4,79% atau setara dengan nilai rata-rata konsensus para ekonom tersebut. PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) meramalkan pertumbuhan lebih tinggi 4,9%.

Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede sebelumnya memproyeksikan pertumbuhan PDB kuartal II/2025 yang lebih rendah, yakni hanya 4,76% YoY. Konsumsi yang melambat diperkirakan menjadi momoknya.

Menurut Josua, ada empat faktor kunci yang memengaruhi perlambatan konsumsi. Pertama, konsumsi rumah tangga yang diproyeksikan menurun menjadi 4,77% dari sebelumnya 4,89% karena berkurangnya efek musiman dari periode Ramadan dan Idulfitri.

Momentum tersebut sebagian besar sudah terserap pada kuartal I/2025 sehingga memiliki efek terbatas pada kuartal setelahnya. Indikator yang memperkuat kondisi tersebut antara lain penurunan penjualan eceran.

Kedua, survei konsumen Bank Indonesia (BI) mencatat bahwa meski Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Juni 2025 berada pada level optimis sebesar 117,8, ekspektasi penghasilan konsumen ke depan sedikit menurun, tercatat dari 135,4 menjadi 133,2.

"Penurunan ekspektasi penghasilan ini juga menandakan bahwa konsumen mulai waspada dan memperketat pengeluaran, serta memilih menabung lebih sedikit dan mengalokasikan lebih banyak proporsi pendapatan mereka untuk konsumsi harian (rasio konsumsi terhadap pendapatan naik dari 74,3% menjadi 75,1%)," terangnya kepada Bisnis, Senin (4/8/2025).

Ketiga, efisiensi belanja pemerintah juga diakui memengaruhi konsumsi rumah tangga. Josua menyoroti bahwa efisiensi belanja pemerintah dapat mengurangi stimulasi terhadap perekonomian domestik, terutama dari sisi permintaan.

"Ketika pemerintah mengurangi belanja, khususnya di sektor-sektor yang langsung berhubungan dengan konsumsi masyarakat, seperti bantuan sosial, subsidi energi, atau insentif lainnya, maka daya beli masyarakat berpotensi terdampak secara negatif," terangnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dany Saputra
Editor : Edi Suwiknyo
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro