Bisnis.com, JAKARTA — Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) menyebut kebijakan tarif resiprokal atau tarif timbal balik dari Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang bakal berlaku mulai 7 Agustus 2025 akan berdampak pada kinerja ekspor Indonesia.
Wakil Ketua Umum Kadin Perindustrian Saleh Husin mengatakan tarif Trump berpotensi memengaruhi kinerja ekspor di sektor tekstil, alas kaki, dan elektronik.
“Pemberlakuan tarif baru oleh pemerintah AS, yang secara de facto merupakan kebijakan proteksionis, tentu berpotensi memengaruhi kinerja ekspor Indonesia ke AS, khususnya di sektor manufaktur seperti tekstil, elektronik, dan alas kaki,” kata Saleh kepada Bisnis, dikutip pada Senin (4/8/2025).
Menurut Saleh, dampak dari tarif Trump terhadap neraca perdagangan Indonesia dapat muncul dalam bentuk penurunan ekspor ke AS dalam jangka menengah, terutama jika eksportir belum siap melakukan penyesuaian harga.
Selain itu, sambung Saleh, dampak lainnya adalah terjadinya pergeseran pasar tujuan ekspor, yang bisa menekan efisiensi logistik dan margin. Kemudian, risiko meningkatnya defisit terhadap negara nontradisional, apabila terjadi over-reliance pada pasar alternatif tanpa penguatan daya saing.
“Karena itu, antisipasi kebijakan sangat diperlukan agar neraca perdagangan tetap dalam posisi yang sehat secara struktural,” imbuhnya.
Baca Juga
Adapun, hingga Juni 2025, surplus perdagangan nonmigas Indonesia—AS mencapai US$9,92 miliar. Saleh menyebut, kinerja perdagangan ini mencerminkan ketergantungan yang cukup tinggi terhadap pasar AS.
Namun demikian, Saleh menuturkan bahwa dengan adanya kebijakan tarif yang lebih ketat, maka kontribusi surplus dari AS bisa mengalami koreksi ke bawah. Hal ini, sambung dia, tergantung pada jenis produk yang dikenakan tarif dan kemampuan industri dalam melakukan diversifikasi pasar.
“Akan tetapi, AS tetap akan menjadi pasar penting bagi Indonesia, khususnya untuk produk bernilai tambah dan ber-TKDN [tingkat komponen dalam negeri] tinggi,” imbuhnya.
Untuk itu, Kadin menilai strategi menjaga pangsa pasar di AS tetap perlu dilakukan, yakni melalui diplomasi dagang, relokasi sebagian produksi, atau melalui perjanjian dagang.
Di samping itu, Kadin juga mendorong agar pemerintah menyiapkan paket respons strategis yang meliputi lima hal. Pertama, diplomasi perdagangan aktif dan proaktif, baik bilateral maupun melalui blok Asean, untuk mencari kemungkinan negosiasi ulang atau pengurangan tarif.
Kedua, pemberian insentif fiskal sementara bagi eksportir terdampak, misalnya berupa restitusi PPN dipercepat, atau pengurangan bea masuk bahan baku.
Ketiga, peningkatan efisiensi logistik dan biaya produksi, misalnya melalui percepatan implementasi National Logistic Ecosystem dan pembenahan pelabuhan.
Keempat, diversifikasi pasar ekspor ke kawasan yang potensial seperti Afrika, Asia Selatan, dan Timur Tengah, disertai dukungan promosi dagang yang terintegrasi.
Kelima, penguatan sektor hulu dalam negeri, terutama untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor bahan baku yang berisiko menambah defisit dengan mitra dagang seperti China.