Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

OPINI: Tantangan Terbitnya PMK Pemeriksaan Pajak

Peraturan Menteri Keuangan No. 15/2025 mempercepat pemeriksaan pajak menjadi maksimal 5 bulan, menimbulkan tantangan kualitas dan akurasi.
Ilustrasi warga memadati salah satu gerai Samsat di Provinsi Jawa Barat. Dok Istimewa
Ilustrasi warga memadati salah satu gerai Samsat di Provinsi Jawa Barat. Dok Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Secepat apa pun pi­­­sau diasah, jika tumpul ba­­­gi­­­an ujungnya te­­­tap tidak bisa membelah. Begitu pula pemeriksaan pajak—ring­­kas waktunya belum ten­­tu tajam hasilnya. Inilah di­­­lema yang muncul dari terbitnya Peraturan Menteri Keuangan No. 15/2025 ten­­­tang Pemeriksaan Pajak, yang secara substansial me­­­re­­formasi cara Direktorat Jen­­­deral Pajak (DJP) me­­­lak­­­sanakan audit. Tiga jenis pemeriksaan—lengkap, ter­­­fokus, dan spesifik—kini di­­­te­­­tapkan dengan jangka wak­­­tu maksimal hanya 5 bulan, 3 bulan, dan 1 bulan.

Di satu sisi, ini merupakan langkah efisiensi, di sisi lain muncul pertanyaan apakah pemeriksaan yang lebih cepat ini tetap menjamin kualitas, kedalaman, dan akurasi fiskal? Pemeriksaan pajak adalah konsekuensi dari sistem self-assessment yang dianut Indonesia sejak 1984. Dalam sistem ini, DJP bertindak sebagai penguji kepatuhan, bukan penentu awal besaran pajak. Namun, dalam praktiknya, proses pemeriksaan kerap menuai kritik: terlalu lama, tidak transparan, dan berujung pada sengketa.

Beleid ini hadir untuk men­­­jawab sebagian dari per­­­soalan tersebut, dengan me­­nye­­derhanakan prosedur dan mempercepat waktu penyelesaian.

Pemeriksaan yang sebelum­nya dapat diperpanjang hingga 12 bulan kini dipadatkan menjadi maksimal 5 bulan, bahkan 10 hari un­­tuk kasus tertentu. Nah, urgensi kecepatan ini perlu dikritisi. Pemeriksaan atas transaksi transfer pricing, penghasilan grup usaha lintas negara, atau pemanfaatan insentif pajak tertentu jelas membutuhkan lebih dari sekadar prosedur cepat. Alih-alih menciptakan kepastian, pemangkasan waktu tanpa peningkatan mutu justru dapat memunculkan sengketa baru.

Dalam 5 tahun terakhir, to­­­tal penyelesaian sengketa pajak mencapai 72.115 kasus. Dari jumlah tersebut, sebanyak 20.242 gugatan ditolak (28%), tetapi terdapat 31.347 perkara yang dikabulkan se­­luruhnya (43%) dan 13.954 lainnya dikabulkan sebagian (19%). Artinya, sekitar 62% WP setidaknya menang sebagian atas hasil pemeriksaan yang disengketakan (SetPP, 2025). Angka ini seharusnya menjadi cermin penting: kualitas pemeriksaan bukan semata dari nilai koreksi, te­­tapi seberapa kuat bertahan dalam uji yuridis.

Di sisi lain, laporan DJP juga mencatat bahwa dari tambahan penerimaan perpajakan hasil pemeriksaan 2023 sebesar Rp54,3 triliun, sekitar 38% kemudian masuk pro­­ses keberatan (LAKIN, 2024). Ini menunjukkan bah­­wa efektivitas pemeriksaan tidak hanya soal angka temuan, tapi juga trust dan akurasi proses.

Kritik atas lambatnya pe­­­me­­­riksaan tak sepenuhnya ditujukan ke DJP. Tidak sedikit wajib pajak (WP) yang justru memperlambat proses. Banyak pula kasus, proses menjadi lambat dan tidak akurat justru disebabkan kurangnya iktikad baik dari WP.

Terlambat merespons permintaan data serta berdalih dokumen belum tersedia atau berada di pihak ketiga. Sebagian WP bahkan me­­n­yimpan bukti penting un­­tuk dibuka saat sengketa. Padahal, aturan memberi ruang pembahasan temuan se­­­belum ketetapan pajak.

Mistrust dua arah inilah yang perlu dibenahi sejak awal.

Teori kepatuhan pajak me­­nyebut bahwa efektivitas au­­dit bukan hanya bergantung pada probabilitas pemeriksaan, tetapi juga pada persepsi keadilan dan akurasi prosedur (Slemrod, 2007).

Dalam slippery slope framework-nya, Kirchler menambahkan bahwa tekanan dan paksaan tanpa rasa percaya hanya akan mendorong ketidakpatuhan (2008).

Pun pentingnya prinsip justified trust, yaitu pemeriksaan yang dilakukan secara profesional, adil, dan terbuka yang akan menciptakan kepercayaan timbal balik an­­­tara otoritas dan pembayar pajak (OECD, 2022).

Di Amerika Serikat, audit pajak hanya mencakup ku­­rang dari 0,5% WP per ta­­­hun, tetapi selektif dan fo­­­kus. Dari audit tahun 2022, IRS mengumpulkan US$30,2 miliar tambahan pajak, de­­ngan sebagian besar berasal dari segmen high-wealth dan korporasi besar.

Di Australia, ATO mengha­silkan 10,7 miliar dolar Aus­tralia dari audit yang fokus pada segmen high-risk. IRAS di Singapura bahkan lebih menekankan cooperative compliance—kerja sama berbasis saling percaya dan konsultasi aktif, daripada pendekatan investigatif.

Yang menarik, negara-negara tersebut menempatkan audit sebagai bagian dari strategi kepatuhan menyeluruh, bukan sebagai alat kejar target.

Indonesia menghadapi tantangan struktural dalam pelaksanaan pemeriksaan pajak. Jumlah pemeriksa terbatas, sementara kompleksitas WP terus meningkat. Di tengah digitalisasi sistem Coretax, potensi kesalahan interpretasi data makin besar jika tidak dibarengi pelatihan intensif bagi pemeriksa.

Selain itu, peluang upaya hukum selanjutnya berupa ke­­beratan dan banding yang tinggi menunjukkan perlunya reformasi di hulu—yakni pada fase pemeriksaan itu sendiri.

Dalam praktik sebelumnya, koreksi pemeriksaan kerap tidak mampu bertahan dalam uji formal di meja hakim. Lewat beleid ini, penguatan prosedur awal seperti entry meeting dan pembahasan temuan, DJP berharap koreksi yang dihasilkan lebih kuat, didasarkan pada bukti sahih, relevan, dan minim celah sengketa.

Masalah sebenarnya bukan hanya soal siapa menang dan siapa kalah. Sengketa pajak yang tinggi merugikan kedua belah pihak: DJP kehilangan legitimasi koreksi, WP kehilangan kepastian hukum, dan negara kehilangan waktu serta sumber daya.

Audit bukan sekadar me­nyo­­­al angka dalam akuntansi, tetapi tentang bagaimana negara dan warganya saling memercayai.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Eko Ariyanto
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro