Bisnis.com, JAKARTA — Sinyal pelaksanaan kerja sama perdagangan Indonesia–European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) berpotensi menjaga kinerja ekspor RI kala terancam tarif Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Peneliti Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Ariyo Irhamna mengatakan, produk yang berpotensi besar terserap di pasar Eropa yakni tekstil dan produk tekstil (TPT), alas kaki, furnitur, perikanan hingga otomotif.
“IEU-CEPA bisa memberi tarif preferensial yang tidak tersedia dalam hubungan dagang Indonesia-AS sehingga bisa menjadi penyeimbang kehilangan pasar AS akibat tarif Trump,” kata Ariyo kepada Bisnis, Senin (14/7/2025).
Adapun, Trump mengenakan tarif impor resipokral untuk produk asal Indonesia sebesar 32%. Beberapa produk yang terdampak, yakni mesin/peralatan mekanik, alas kaki, pakaian jadi, funitur, minyak kelapa sawit (CPO), dan lainnya.
Ariyo menyebut, produk TPT ke Eropa adalah pasar besar fesyen dan pakaian jadi dan Indonesia memiliki daya saing dalam produk berbasis serat alam, batik, serta sustainable fashion.
Tak hanya itu, Indonesia merupakan salah satu produsen utama alas kaki dunia dan memiliki kapasitas ekspor tinggi.
Baca Juga
“Sektor TPT dan alas kaki di Eropa sangat besar, dan permintaannya cukup stabil meskipun lebih kompetitif dari sisi kualitas dan keberlanjutan,” jelasnya.
Di sisi lain, poduk berbasis kayu bersertifikasi legal (SVLK/FLEGT) dari Indonesia memiliki akses preferensial dan permintaan tinggi di Eropa karena standar keberlanjutan mereka.
Lebih lanjut, dia menyoroti produk perikanan dan hasil laut. Sebab, Eropa menuntut standar mutu dan traceability tinggi. Namun, Indonesia telah melakukan reformasi besar untuk memenuhi hal ini.
Ekspor otomotif dan komponen elektronik ke Eropa juga potensi walaupun masih relatif kecil, dengan dukungan investasi industri EV dan semikonduktor, ekspor ke Eropa bisa meningkat.
Untuk diketahui, bagi Indonesia, pasar Eropa (UE-27) adalah blok ekonomi terbesar kedua dunia setelah AS, dengan nilai impor barang dari negara non-UE mencapai lebih dari EU€2 triliun per tahun.
“Pasar Eropa berpotensi menutupi sebagian kehilangan ekspor ke AS, tapi tidak bersifat otomatis. Diperlukan adaptasi dari sisi standar produk, branding, dan integrasi ke global value chains berbasis Eropa,” pungkasnya.