Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memastikan bakal melakukan penanganan angkutan truk Over Dimension dan Over Loading (ODOL) pada tahun ini tanpa ada penundaan. Namun, pelaku industri logistik berharap aspek ekonomi juga perlu menjadi pertimbangan.
Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi menyebut Kemenhub saat ini hanya akan menjalankan Undang-Undang No. 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tanpa menerbitkan aturan baru, sekaligus mengingatkan kembali komitmen zero ODOL yang telah disepakati oleh stakeholder terkait pada 2017 atau 8 tahun lalu.
”Mulai saat ini kami hanya akan menjalankan regulasi yang sudah ada secara lebih tegas,” kata Dudy, dikutip Sabtu (28/6/2025).
Dudy beralasan truk ODOL telah menimbulkan dampak kecelakaan lalu lintas yang menimbulkan korban luka hingga korban jiwa, kemacetan di sejumlah ruas jalan, kerusakan infrastruktur jalan, bahkan peningkatan polusi udara di daerah.
Data Korlantas Polri mencatat, terdapat 27.337 kejadian kecelakaan lalu lintas yang melibatkan angkutan barang pada 2024. Sementara data Jasa Raharja menunjukkan bahwa kendaraan ODOL jadi penyebab kecelakaan nomor dua, dengan 6.390 korban meninggal dunia yang diberikan santunan pada 2024.
Adapun terkait kerusakan infrastruktur, lanjutnya, diperkirakan butuh anggaran sekitar Rp43,47 triliun per tahun untuk melakukan perbaikan jalan rusak yang salah satunya disebabkan oleh kendaraan ODOL.
Baca Juga
Dudy mengatakan pada 2025 ada beberapa langkah yang akan dilakukan Kemenhub bersama stakeholder terkait, khususnya Korlantas Polri dan Jasa Marga.
Langkah yang dimaksud, lanjutnya, antara lain sosialisasi untuk mengingatkan kembali para stakeholder terkait komitmen zero ODOL, pengumpulan data truk ODOL yang melibatkan Jasa Marga, serta penindakan yang akan dilakukan oleh pihak Kepolisian.
”Tahap sosialisasi dilakukan selama satu bulan, sudah berlangsung sejak awal Juni,” katanya.
Dia menambahkan pada tahap tersebut tidak ada penindakan dan jika sudah berakhir, Kemenhub akan melakukan evaluasi. Aksi tersebut sudah mendapat dukungan dari pihak Polri dan Jasa Marga.
Dia berpendapat para pengemudi truk perlu mendapatkan pelatihan layaknya pilot, masinis, atau nakhoda. Kemenhub melalui Ditjen Perhubungan Darat akan memberikan pelatihan kepada para pengemudi truk, baik yang menyangkut hal-hal teknis hingga edukasi terkait ketentuan-ketentuan yang berlaku di jalan raya.
”Kalau kita ingin menata sektor transportasi, perlu ada satu langkah yang harus kita mulai, daripada tidak sama sekali,” ujarnya.
Dia menambahkan jika ada pihak yang merasa keberatan dengan penanganan angkutan ODOL atau ingin memberikan masukan, dirinya sangat terbuka untuk berdiskusi.
”Saya terbuka untuk diskusi, tapi bukan untuk menunda. Penundaan hanya akan menimbulkan kerugian-kerugian baru dan justru tidak menyelesaikan akar masalah. Perlu saya tekankan kembali, fokus utama kami adalah keselamatan,” ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Korps Lalu Lintas Polri (Kakorlantas) Irjen Agus Suryonugroho menjelaskan angkutan Over Dimension termasuk dalam kategori pidana di pasal 277 dan bisa diproses secara hukum, sedangkan angkutan Over Loading termasuk dalam pelanggaran administratif di pasal 309 dan bisa dilakukan penilangan.
Pihaknya telah melakukan sosialisasi terkait ketertiban dan keselamatan berlalu lintas kepada masyarakat, khususnya pengemudi dan pemilik kendaraan.
"Kami siap mendukung penuh kebijakan zero ODOL yang ditetapkan oleh Pemerintah dan berharap aksi yang dilakukan benar-benar dapat menyelesaikan masalah angkutan ODOL di Indonesia," katanya.
Di sisi lain, Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) merasa tidak dilibatkan oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dalam perumusan kebijakan penanganan truk Over Dimension and Over Load (ODOL).
Ketua Umum Aptrindo, Gemilang Tarigan merasa kecewa karena hingga saat ini Kemenhub tidak pernah melibatkan Aptrindo secara formal dalam perumusan kebijakan strategis penanganan ODOL. Padahal, Aptrindo adalah asosiasi resmi dan sah yang menaungi mayoritas pelaku usaha angkutan barang di Indonesia.
"Sangat disayangkan bahwa justru asosiasi-asosiasi yang tidak memiliki struktur nasional yang jelas, tanpa keanggotaan yang terverifikasi, diberikan ruang dalam diskusi kebijakan yang sangat berdampak pada sektor logistik nasional," ujarnya, Sabtu (28/6/2025).
Aptrindo tetap berkomitmen untuk mendukung penanganan ODOL yang adil, kolaboratif, dan berbasis solusi sistemik. Selain itu, siap menjadi mitra strategis pemerintah dalam membangun sistem transportasi barang nasional yang aman, efisien, dan berkelanjutan.
Kendati demikian, dia menyayangkan pernyataan Menhub Dudy yang kembali mengulang retorika seputar keselamatan dan korban kecelakaan akibat kendaraan ODOL, tanpa disertai narasi strategis atau rencana kerja konkret untuk solusi yang adil dan menyeluruh.
Menurutnya, fokus utamanya hanya pada aspek keselamatan tanpa memperhitungkan dampak ekonomi bagi pelaku usaha logistik hanya akan memperbesar ketimpangan dan keresahan di lapangan.
Aptrindo berharap Kemenhub untuk menghentikan narasi publik yang terus menyudutkan pelaku usaha angkutan barang. Penanganan ODOL tidak akan pernah efektif tanpa melibatkan semua pihak dalam rantai logistik, termasuk pemilik barang sebagai bagian dari ekosistem yang menentukan dimensi dan muatan kendaraan.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan (IPK) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menekankan pemerintah akan terus mengawal ketat dalam mewujudkan target zero ODOL pada 2026.
Dia mengatakan bahwa kebijakan ini menjadi bagian penting dari upaya menekan angka kecelakaan lalu lintas serta kerusakan jalan akibat kendaraan dengan muatan berlebih.
“Ya, yang jelas kita akan terus mengawal kebijakan menuju zero ODOL karena kita ingin benar-benar mengurangi kecelakaan akibat ODOL dan juga kerusakan jalan yang setiap tahun negara harus mengeluarkan puluhan triliun rupiah untuk memperbaiki jalan-jalan rusak,” ujarnya saat ditemui di Trans Studio Mall Cibubur, Sabtu (31/5/2025).
Lebih lanjut, dia menekankan bahwa implementasi kebijakan zero ODOL tidak bisa dilakukan secara sektoral. Menurutnya, kolaborasi antarinstansi merupakan syarat mutlak agar program ini berjalan efektif.
Terkait perkembangan peta jalan (roadmap) zero ODOL, AHY menjelaskan bahwa prosesnya masih terus berlangsung.